AGENDA BESAR RAKYAT VS DRAMA KOTOR JOKOWI, LAGI

Oleh: Edy Mulyadi (Wartawan Senior)
Jakarta, 14 Juli 2025
Presiden Joko Widodo kembali berakting. Kali ini, bukan sandiwara blusukan atau panen padi di sawah gersang. Tapi level aktingnya sudah naik dan manipulatif. Bermain sebagai korban konspirasi.
Jokowi menyebut ada agenda besar di balik dua isu krusial yang tengah membelitnya. Dugaan ijazah palsu dan wacana pemakzulan Gibran Rakabuming Raka. Katanya, dua hal ini tidak berdiri sendiri. Ada kekuatan besar, gelap, dan jahat, yang hendak menjatuhkan keluarganya.
Jokowi tak henti-hentinya berulah. Tapi rakyat sudah terlalu cerdas untuk terus dicekoki narasi playing victim seperti ini. Bukankah selama 10 tahun berkuasa dia justru menjadikan segala sumber daya negara untuk melindungi diri dan kroni?
Ijazah Palsu: Isu Lama yang Selalu Dipelihara
Isu keaslian ijazah Jokowi bukan perkara baru. Sudah mencuat sejak dia mencalonkan diri sebagai presiden pada 2014. Tapi anehnya, selama satu dekade, tak pernah ada klarifikasi resmi dan tuntas, khususnya dari Jokowi. Yang muncul justru sikap reaktif dan penolakan membuka data.
Padahal yang dipertanyakan publik sangat sederhana. Apakah benar Joko Widodo adalah alumni Universitas Gadjah Mada? jurusan Kehutanan, angkatan 1980? Bukankah selama ini klaimnya begitu?
Kalau memang benar, tentu sangat mudah dibuktikan. Tampilkan saja ijazah asli legalisir, transkrip, daftar hadir kuliah, skripsi, dan arsip akademik pendukung. Namun semua itu justru dibungkus misteri. Yang muncul ke publik malah bantahan dan klaim-klaim sepihak. Ijazahnya? Yang ada versi scan fotokopi, potongan dokumen.
Anehnya lagi, pihak kampus UGM tidak pernah mengizinkan publik atau penggugat untuk memverifikasi arsip langsung. Bahkan belakangan, PN Surakarta justru menggugurkan gugatan warga sipil dengan alasan formalitas. Bukan substansi.
Ironis. Di negeri ini, rakyat harus menunjukkan ijazah asli untuk melamar kerja, mendaftar CPNS, bahkan sekadar ikut seleksi calon karyawan BUMN. Tapi seorang presiden bisa dua kali terpilih tanpa pernah menunjukkan dokumen yang bisa diverifikasi publik.
Lebih ironis lagi, yang mempertanyakan justru dicap menyebar hoaks, dilaporkan ke polisi, bahkan dikriminalisasi. Inilah kebalikan dari prinsip public office demands public scrutiny.
Agenda Besar Jokowi
Sekarang Jokowi menyebut ada agenda besar di balik isu ijazah dan pemakzulan Wapres Gibran. Justru rakyat bertanya kenapa dari dulu sampeyan menolak membuka dokumen yang mestinya menjadi dokumen publik? Kalau tidak ada yang disembunyikan, kenapa harus takut transparansi? Atau jangan-jangan, memang ada yang tidak beres?
Jangan salahkan publik jika hari ini kecurigaan makin meluas. Karena yang membiarkan ini jadi liar bukan rakyat. Tapi justru Jokowi yang tak kunjung memberi jawaban jujur dan terbuka.
Lalu soal wacana pemakzulan Gibran. Jokowi menanggapi soal ini dengan tudingan. Ini semua politisasi dan bagian dari desain besar. Tapi dia lupa, publik masih ingat betul proses brutal dan tidak etis saat Mahkamah Konstitusi dibajak demi memuluskan Gibran nyapres. Putusan Mahkamah Etik, pengakuan eks-Hakim Konstitusi, sampai protes guru-guru besar, semuanya sepakat Gibran adalah anak haram konstitusi. Dia produk nepotisme yang diformalisasi lewat penyalahgunaan hukum.
Jadi, kalau sekarang ada pihak yang menyoal keabsahan Gibran sebagai wapres, itu bukan makar. Tapi koreksi konstitusional. Itulah demokrasi. Tanpa kebebasan bersuara, mengeritik, berbeda posisi dengan penguasa maka demokrasi yang kalian banggakan sejatinya telah mati.
Tudingan ada agenda besar hanyalah kedok untuk menutupi dosa besar yang sudah diperbuat. Pertanyaannya: siapa sebenarnya yang sejak awal punya agenda besar? Siapa yang sejak awal membajak MK untuk meloloskan anaknya? Siapa yang mengerahkan buzzer, aparat, dan institusi negara demi melanggengkan kekuasaan keluarga?
Siapa yang berambisi berkuasa tiga periode? Siapa yang untuk itu melakukan segala cara? Siapa yang ketika akhirnya harus lengser tapi masih ingin mengendalikan pemerintahan? Siapa yang masih terus berusaha cawe-cawe dan merecoki presiden berikutnya?
Ya, Ada Agenda Besar. Agenda Rakyat!
Rakyat tidak bodoh. Kalau ada agenda besar hari ini, itu adalah agenda besar rakyat untuk meluruskan kembali arah bangsa. Agenda besar rakyat untuk menghentikan dinasti. Agenda besar rakyat untuk mengadili para perusak konstitusi!
Cukup sudah Jokowi memainkan drama. Sepuluh tahun penuh kebohongan, pencitraan, dan penyalahgunaan kekuasaan telah cukup menyakiti rakyat dan bangsa ini.
Kini, rakyat mulai bangkit. Mereka mempertanyakan ijazah. Mereka menuntut keadilan atas manipulasi hukum. Mereka mendesak pengadilan yang benar-benar adil, bukan pengadilan sandiwara.
Bila itu Jokowi sebut sebagai agenda besar? maka mari kita nyatakan dengan tegas: Ya! Ini agenda besar rakyat! Agenda menyelamatkan republik dari kehancuran oleh segelintir penguasa yang menjadikan negara ini milik pribadi.