Opini

INSITUSI KEJAKSAAN MEMELAS PADA TERPIDANA SILFESTER MATUTINA?, NEGARA SUDAH KALAH!

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H. ( Advokat , Koordinatior Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi & Aktivis )

Jakarta, 12 Oktober 2025

“Tapi sebagai penegak hukum yang baik, ya sesama kita menegakkan yang baik, tolonglah kalau bisa bantulah dihadirkan, katanya kan ada di Jakarta, ya bantulah penegak hukum, bawalah ke kita,” [Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, Jumat 10/10]

Saat institusi kejaksaan menyatakan sedang sibuk mencari keberadaan SILFESTER MATUTINA untuk dieksekusi, dengan entengnya Lechumanan selalu kuasa hukum SILFESTER menyatakan kliennya masih ada di Jakarta. Bahkan, kubu SILFESTER berulangkali mengedarkan narasi pembodohan publik seolah-olah kasusnya sudah kadaluarsa sehingga tidak bisa dieksekusi.

Disisi lain, institusi kejaksaan tanpa punya rasa malu memamerkan ketidakberdayaannya. Negara, dengan seluruh sumberdaya yang ada dibuat kalah oleh seorang terpidana.

Bahkan, yang lebih parah Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, memelas pada kuasa hukum terpidana, untuk mengantarkan kliennya agar dapat dieksekusi. Sebuah deklarasi kekalahan dan ketidakberdayaan yang sangat memalukan.

Padahal, dengan kewenangannya institusi kejaksaan bisa mengerahkan seluruh anggotanya untuk memburu SILFESTER MATUTINA. Jangan hanya gagah menghadapi kasus rakyat kecil.

Kejaksaan, juga bisa memburu semua pihak yang menghalangi eksekusi dan memprosesnya secara hukum dengan pidana Obstruction Of Justice. Bukan malah, dibiarkan bebas berkoar-koar melindungi terpidana di sejumlah media.

Institusi kejaksaan semestinya juga menetapkan status buron. Jaksa intelejen, tak mungkin tak tahu posisi SILFESTER MATUTINA.

Semuanya, tidak bisa ditafsirkan lain, kecuali:

Pertama, negara telah kalah dan ditundukan oleh Terpidana. Di negeri ini, terpidana lebih hebat dari Negara.

Kedua, ada perlindungan yang kuat kepada Terpidana SILFESTER MATUTINA. Sehingga, para aparat dan pejabat yang semestinya menjalankan UU, kini tunduk pada perintah ‘orang besar’ dibalik SILFESTER MATUTINA.

Ketiga, metode untuk menjerat SILFESTER MATUTINA mungkin tidak lagi bisa dilakukan dengan pendekatan hukum, melainkan harus dengan ‘Metode Nepal’.

Entahlah. Di Negara hukum, ternyata hukum sebagai panglima hanya jargon semata. Realitanya, kekuasaan dan uang yang menjadi panglima.

Para penguasa yang ada, juga masih dikuasai oleh ‘penguasa lain’ yang tak kasat mata. Mereka, yang berkuasa lebih nampak sebagai aktor dari badut kekuasaan yang menjalankan titah oligarki.

Lalu, kemanakah rakyat akan mendapatkan keadilan di Negeri ini? Haruskah, rakyat memburu keadilan dengan metode Nepal?.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button