Opini

CHARLIE CHANDRA, BUKTI NYATA TIRANI TAK MEMANDANG ETNIS & AGAMA

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. ( Advokat)

Jakarta, 9 Oktober 2025

Hari ini (Kamis, 9/10), penulis bersama tim advokat dan para aktivis, akan menghadiri sidang Banding Charlie Chandra di Pengadilan Tinggi Banten, Jl. Raya Serang – Pandeglang No.Km. 6.6, Tembong, Kec. Serang, Kota Serang, Banten.

Charlie, adalah seorang Katolik dari etnis Tionghoa. Sebelum membela Charlie, penulis dituduh anti China. Bahkan, Anti non muslim karena penulis distigma seorang advokat Islam radikal. Advokasi membela masyarakat Banten korban PIK dituduh anti China. Hanya karena pemilik proyek PIK-2 adalah pengusaha dari etnis China (Aguan & Anthony Salim).

Masyarakat kita, juga sering dibenturkan pada isu antar agama. Ada yang membenturkan dengan isu tirani mayoritas terhadap minoritas, atau sebaliknya tirani minoritas terhadap mayoritas.

Padahal, korban kezaliman penguasa dan oligarki itu tidak pandang bulu. Korban proyek PIK-2 yang dilabeli status PSN olek Jokowi ini, telah merampas tanah rakyat dengan latar etnis dan agama yang beragam.

Dari sisi luas tanah, banyak etnis China yang menjadi korban. Baik yang beragama katolik, kristen maupun Budha. Dari sisi jumlah pemilik tanah, banyak etnis Banten, pribumi beragama Islam, yang digusur oleh proyek Aguan dan Anthony Salim.

Kasus Charlie Chandra, menggugurkan tuduhan atau mitos ada benturan antar etnis dan agama. Charlie yang seorang etnis tionghoa beragama katolik, dibela oleh advokat muslim non tionghoa. Bahkan, dibela secara resmi oleh LBH AP Muhammadiyah melalui tim Pak Gufroni, SH MH.

Charlie juga didukung para emak-amak pejuang, yang setiap sidang selalu hadir dengan pakaian rapih, berjilbab atau setidaknya berkerudung. Mereka, selalu setia menghadiri dan mendampingi advokasi Charlie tanpa dibayar.

Biasanya, Bu Susi, Bu Desy, Bu Menuk, dan sejumlah aktivis dari ARM (Aliansi Rakyat Menggugat) selalu hadir di persidangan. Ada juga aktivis Nelayan dari tim Pak Holid dkk yg juga membersamai perjuangan membela Charlie.

Fenomena kasus Charlie Chandra ini, menurut pengamat kebijakan publik Muhammad Sa’id Didu, mirip kasus Tom Lembong. Thomas Trikasih Lembong yang juga seorang etnis tionghoa beragama katolik, dalam setiap persidangan juga didukung emak-emak berjilbab.

Disisi lain, Charlie justru dizalimi oleh etnis tionghoa beragama Budha. Aguan atau Sugiyanto Kusuma, pengelola yayasan Budha Tau Chi, adalah pemilik proyek PIK-2 yang merampas tanah Charlie Chandra.

Apa yang dilakukan Aguan, jelas tak mencerminkan ajaran Budha. Akan tetapi, AGUAN berusaha memoles citra sebagai seorang filantropis dengan yayasan Budha Tzu Chi nya, pada saat yang sama bisnis Aguan terus merampas tanah rakyat.

Bahkan, bukan hanya tanah rakyat. Laut pun dirampas.

Namun, karena perjuangan rakyat Banten yang dipelopori Nelayan Holid, akhirnya perampasan wilayah laut dengan modus menerbitkan 243 SHGB di laut untuk dua anak usaha Agung Sedayu Group (PT IAM dan PT CIS), dapat digagalkan. Arsin Kades Kohod dkk, saat ini sedang menghadapi sidang Tipikor di PN Serang dalam kasus pagar laut.

Mulanya, wilayah laut ini akan dikembangkan menjadi bagian dari kawasan proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim. Rencana itu gagal, akibat rakyat kompak melawan.

Jadi, kasus Charlie Chandra bukti nyata, tirani menyasar seluruh rakyat tak pandang suku dan agama. Jadi, jangan mau dibenturkan oleh oligarki, dengan isu murahan berbasis etnis dan agama.

Isi utamanya hanya satu: kezaliman oligarki yang didukung rezim Jokowi, yang melakukan kezaliman terhadap rakyat. Saat ini, seluruh rakyat dengan berbagai latar etnis dan agama, menjadi korbannya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button