Opini

IJAZAH JOKOWI DISITA POLISI, LALU ?

Oleh : M Rizal Fadillah ( Pemerhati Politik Dan Kebangsaan )

Bandung, 24 Juli 20256

Sebagai pihak yang turut mendesak agar ijazah Joko Widodo baik SMA dan S-1dapat disita Polisi tentu berharap penyitaan ijazah tersebut oleh Polda Metro Jaya saat memeriksa Joko Widodo di Polres Surakarta, sebagai langkah maju. 45 pertanyaan penyidik bukan pertanda baik.

Meski kecewa pemeriksaan tidak dilakukan di Mapolda Metro Jaya, namun penyitaan khususnya ijazah SMA dan UGM milik Jokowi patut diapresiasi. Sekurangnya untuk menghindari modus menghilangkan barang bukti, seperti musnah akibat kebakaran.

Polda Metro Jaya yang dituding sejak awal melindungi dan berpihak kepada Joko Widodo kini harus membuktikan netralitas dan obyektivitasnya. Ini pilihan terbaik dari berbagai tudingan konspiratif. Sikap nekad dalam memproteksi hanya akan  menempatkan institusi dalam keadaan sulit, bahkan bunuh diri.

Kasus dugaan ijazah palsu adalah kasus nasional bahkan internasional. Terlalu berbahaya jika Kepolisian bertindak salah yang akan menambah rusak reputasi. Kriminalisasi telah menjadi sorotan dunia.

FDI menginformasikan kasus ini antara lain kepada Amnesty Internasional berbagai negara, Human Rights Watch berbagai negara, Presiden AS Donald J Trump, US State Departement-Secretary of State Marco Rubio, Senator Alex Padilla (D) from California, Congresman Mark DeSoulnier, Office HCHR PBB dan Tom Lantos Human Rights Commission di US Congress.

Untuk proses aduan masyarakat TPUA setelah gelar perkara khusus dengan tambahan bukti-bukti ternyata hingga kini belum memperoleh hasil. Harapannya adalah  bahwa proses penyelidikan di Bareskrim Mabes Polri dapat juga berlanjut hingga ke tingkat penyidikan. Jokowi tentu dalam ancaman. Unsur pidana potensial ditemukan.

Sementara penyidikan Polda Metro Jaya atas 12 terlapor sampai pada penyitaan alat bukti. Lalu apa kemungkinan tindak lanjutnya ? Kemungkinan itu adalah :

Pertama, atas ijazah yang disita segera dilakukan uji forensik dengan pembanding lebih dari sekedar pembanding ijazah saat diperiksa di Bareskrim. Dokumen pembanding harus telah dilakukan otentikasi (Pasal 80 e Perkapolri No 10 tahun 2009).

Kedua, dokumen penting yang disita faktanya adalah seperti apa yang telah diedarkan di media oleh kader PSI Dian Sandi. Dampaknya bahwa uji digital forensik oleh Roy Suryo dan Rismon Sianipar yang berbasis pada dokumen Dian Sandi tersebut terbukti semakin sahih atau valid.

Ketiga, dengan otentikasi pembanding maka sulit penyidik untuk melakukan rekayasa. Atas ijazah Frono Jiwo, Hary Mulyono, dan Sri Murtiningsih saja akan didapat hasil “tidak identik” apalagi ditambah dengan pembanding ijazah-ijazah lain.

Dengan tambahan 5 ijazah asli lulusan tahun 1985 yang dipegang Dr Roy Suryo atau dr Tifa, maka konklusi “tidak identik” ijazah Joko Widodo akan semakin kuat. Kepalsuan ijazah Joko Widodo menjadi suatu keniscayaan.

Dian Sandi yang menjadi pertanda akan dikorbankan dalam kasus ini, nampaknya tidak akan mampu menolong Joko Widodo. Upaya kriminalisasi atas 12 terlapor justru menjadi boomerang bagi Joko Widodo sendiri.

Sita ijazah SMA dan S-1 akan bercerita tentang awal dari malapetaka Joko Widodo.
Nashrun minnallah wa fathun qoriib. Pertolongan dari Allah dan kemenangan sudah dekat.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button