Opini

IJAZAH NYUNGSEP, JOKOWI TIDAK HIDUP TIDAK MATI

Oleh : M Rizal Fadillah ( Pemerhati Politik Dan Kebangsaan )

Bandung, 11 Juli 2025

Gelar perkara khusus telah dilakukan oleh Biro Wassidik Bareskrim Mabes Polri. Para pihak hadir baik Dittipidum, Pelapor, Terlapor, Ahli, Pengawas, dan pihak lain yang berkepentingan. Pada sesi pertama yakni uraian kerja Penyidik Dittipidum, tanggapan Pelapor, Terlapor dan Ahli, terdapat satu atau dua hal fundamental yang semestinya dapat mengubah kesimpulan penyelidikan terdahulu.

Kesimpulan itu adalah penghentian penyelidikan disebabkan tidak ditemukan unsur pidana. Hal ini disebabkan faktor utama menurut penyelidik yaitu “identik” ijazah Joko Widodo dengan ijazah “tiga temannya”. Kesimpulan sebaliknya yang seharusnya didapat dari gelar perkara khusus ini adalah “tidak  identik” ijazah Joko Widodo dengan ijazah “tiga temannya”. Artinya proses pemeriksaan Joko Widodo dapat dilanjutkan atau ditingkatkan.

Ijazah Joko Widodo yang konon didapat dari hasil kuliah di UGM sesungguhnya telah nyungsep. Nyungsep dalam bahasa Jawa berarti jatuh menunduk ke depan. Biasanya akibat menabrak sesuatu atau terperosok.
Ijazah Joko Widodo terbentur gugatan atau laporan sehingga nyungsep.

Tidak hadir Joko Widodo dengan membawa ijazah yang diklaimnya asli ke gelar perkara khusus adalah bukti nyungsepnya ijazah itu. Kuasa hukum pun tak sanggup membawanya. Seolah sedang membiarkan ijazah itu nyungsep selamanya. Akibatnya berlanjut sangkaan bahwa ijazah yang nyungsep ke solokan itu adalah memang 100 persen palsu.

Benturan keras yang menyebabkan ijazah Joko Widodo nyungsep di gelar perkara khusus tersebut adalah tiga ijazah “teman Jokowi” yang ditampilkan Dr Roy Suryo dan Dr Rismon yaitu ijazah Frono Jiwo (1115), Hary Mulyono (1116) dan Sri Murtiningsih (1117). Ketiga ijazah tersebut setelah dibandingkan dengan ijazah Joko Widodo jelas berbeda atau “tidak identik”.

Tentu peserta gelar khususnya Dittipidum harus membantah hal ini jika ingin mempertahankan kesimpulan sebagaimana  penyelidikan terdahulu. Tanpa melakukan bantahan maka Dittipidum akan dinilai oleh rakyat dan bangsa Indonesia sebagai lembaga yang memaksakan diri dan nekad masuk ke ruang rekayasa. Mabes Polri ditertawakan karena ikut nyungsep.

Soal komparasi ijazah, barulah satu benturan. Benturan lain misalnya pada skripsi dimana TPUA mengajukan bukti tentang nama dan tandatangan yang diajukan oleh puteri Prof Dr Achmad Sumitro yang bernama Aida Greenbury di Australia mengenai bedanya nama dan tandatangan ayahnya dengan nama dan tandatangan pada lembar pengesahan skripsi Joko Widodo.

Dittipidum yang tidak mampu menjelaskan atau membantah hal ini sama saja dengan menyebabkan skripsi kayu Joko Widodo itu nyungsep. Jadi komplit sudah kedua dokumen penting itu baik skripsi maupun ijazah Joko Widodo sama-sama nyungsep.

Argumen dan bukti yang diajukan oleh TPUA dan Ahli pada gelar perkara khusus tentu bukan hanya itu. Banyak dalil bantahan atas uraian Dittupidum baik penolakan foto Joko Widodo, cap UGM, program SM yang dipilih, jumlah SKS, KKN, pembimbing dan lainnya.

Atas dalil dan bukti TPUA yang tidak terbantahkan oleh pihak penyelidik/penyidik, maka kewajiban Karo Wassidik yang memimpin gelar untuk segera memerintahkan Dittipidum melanjutkan pemeriksaan dugaan ijazah palsu Joko Widodo tersebut. Penyidikan lalu proses peradilan.
Paksa Joko Widodo keluar bersama ijazah bututnya itu.

Kini Jokowi menghilang, ijazahnya nyungsep. Memang cerita manusia kadang unik, jika memulai dari gorong-gorong, maka ia akan berakhir nyungsep di gorong-gorong pula. Gorong-gorong itu gelap.
Sunyi, sepi dan hanya ditemani oleh ijazah imitasi yang ikut sembunyi. Jokowi menggigil gemetar takut kepalsuannya segera diketahui.
Badan dan bathin tersiksa, tidak hidup tidak mati. Jokowi oh Jokowi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button