Lucu, Hanya gara-gara ada warna Biru bikin si Nganu jadi bersikap Halu, Terwelu …

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Judul diatas mungkin langsung bikin Para TerMul sewot dan langsung nyolot, maklum rata-rata IQ (Intelligence Quotient) mereka hanya 58, dari rata-rata masyarakat 110. Sebagaiman diketahui, IQ adalah kemampuan seseorang untuk menalar, memecahkan masalah, belajar, memahami gagasan, berpikir, dan merencanakan sesuatu. Kecerdasan ini digunakan untuk memecahkan masalah yang melibatkan logika.
Para TerMul akan langsung berfikir pendek, khas latar belakang pendidikan mereka yang tidak jelas, hanya sekelas Ruko (apalagi ada yang sudah ditutup Dikti) bahkan ada yang Ijazahnya mengikuti junjungannya, tinggal pesan atau.cetak dari UPP (Universitas Pasar Pramuka) saja. Jangan heran, ini memang fakta yang terjadi di negara Konoha, setidaknya yang berlangsung satu dekade dibawah Rezim “Raja Jawa” Palsu, alias bukan dalam arti Raja Jawa sesungguhnya.
Beberapa hari lalu tanpa ada hujan dan angin, tiba-tiba ada statemen muncul dari gorong-gorong di kota Oslo : “… Khan saya sudah sampaikan, feeling saya mengatakan ada agenda besar politik dalam tuduhan ijazah palsu maupun pemakzulan, artinya memang ada orang besar, ada yang membackup, ya itu saja, semua sudah tahu lah …”. Sebuah kalimat ngaco, tanpa dasar dan analisis yang jelas alias sembrono, khas dirinya yang dikenal dengan istilah ‘sein kiri belok kanan’ tersebut.
Konyolnya, statemen diatas (yang awalnya belum satupun menyebut nama atau kelompok apapun) digoreng di berbagai media -baik mainstream TV, Radio, Cetak, Online maupun Alternatif, termasuk kanal-kanal YouTube- oleh beberapa Termul menjadi ada penyebutan identitas warna “biru” sebagai background politik menambahkan suara asal gorong-gorong sebelumnya. Sebuah penggiringan ke ranah politik yang sangat kampungan alias kasar dari perkara Ijazah Palsu yang sebenarnya sangat simpel namun dibuat rumit.
Kenapa perkara ini selalu disebut ‘sebenarnya simple (jika aslinya memang ada), namun dibuat rumit (karena adanya cuman palsu) ? Karena sangat tegas dan jelas menurut UU Keterbukaan Informasi Publik No 14 th 2008 pasal 18 ayat 2, Pejabat publik dikecualikan dari Pengecualian pasal 17 ayat h, artinya -sekali lagi kalau memang ada Aslimya- tinggal ditunjukkam saja beres, tidak usah terlalu banyak tingkah sampai sewa lawyer, kokehan polah (= banyak tingkah) dan tega mengkriminalisasi alias mempidanakan sesama anak bangsa.
Salah satu bentuk polah tidak lucu yang dipertontonkan adalah Sinetron “Reuni” kemarin, sebuah peristiwa yang tidak lazim diselenggarakan di awal tahun ajaran (Juli-Agustus) karena biasanya digelar mendekati Dies Natalis UGM Asli di bulan Desember atau seputar November. Lucunya kostum Kaos resmi yang dipakai di acara tersebut justru warna Biru dan itupun tidak dipakainya, mungkin masih Post power syndrome merasa selaku Pejabat yang tidak mau setara dengan rakyatnya, bahkan hanya datang sebentar di acara, tidak ikut ke Balairung Gedung Pusat UGM dan Wanagama sebagai acara intinya.
Apakah yang membuatnya tidak (berani) menggunakan Kaos Biru resmi seragam Reuni? Khawatir ketahuan bahwa bopeng / luka di sekujur tubuhnya akan nampak? Atau memang sudah mulai sadar bahwa dirinya bukan bagian dari “Alumni”? Padahal dalam AD-ART Kagama (Keluarga Alumni Gadjah Mada) hasil Munas XII di Kendari 08 November 2014 digagas Perubahan AD dan sesuai Keputusan No 021/kpts/PP-Kagama/2015 pasal 9 ayat 2 bahwa yang disebut “Alumni” adalah cukup “Orang yang pernah terdaftar sebagai mahasiswa …” dst, artinya meski dia D.O (Drop Out)-pun bisa (dimaklumi) disebut juga sebagai “Alumni”.
Hal lucu sekaligus Ironis lagi terjadi di UGM beberapa waktu lalu, dimana saat Penulis Novel terkenal “Cintaku di Kampus Biru” sekaligus Dosen senior Fisipol UGM, Bp Ashadi Siregar, mau dirayakan Ulang Tahunnya ke-80 (delapan puluh), Panitia acara bermaksud menggelar acara bertajuk “Kampus Biru Menolak Ayah” yang sebenarnya diambil dari judul dua Novel karya beliau (“Cintaku di Kampus Biru” dan “Menolak Ayah”) rupanya pihak UGM Kudet alias Kurang Update dan menolak acara yang sebelumnya direncanakan di Balairung UGM dipindah ke LIP (Lembaga Indonesia Perancis) Sagan, Jogja.
Sementara Dosen senior sekaligus Mantan Rektor UGM periode 2002-2007, Prof Dr Sofian Effendi yang juga berusia sama dengan Bp Ashadi Siregar diatas (80 tahun) malah ada berita terakhir yang sudah terkonfirmasi dari Jogja, kabarnya Sabtu kemarin 26/07/2025 mendapatkan “interogasi” (?) selama lebih dari 12 (dua belas) jam, Terwelu. Padahal beliau sempat sudah secara jujur menceritakan secara panjang lebar kasus Ijazah Palsu tersebut di salahsatu kanal YouTube sebelum akhirnya menandatangani “Surat Pernyataan” yang kontroversial.
Kesimpulannya, Warna Biru rupanya menarik untuk diperbincangkan di kasus Skripsi dan Ijazah yang terbukti 99,9% Palsu, mulai dari Warna Kaos “Reuni-reunian” berwarna Biru, Acara 80 tahun Bp Ashadi Siregar UGM bertajuk “Kampus Biru Menolak Ayah” hingga tuduhan Termul ngaco “Sosok Besar Politik Partai Biru” rupanya sudah membuat si Nganu jadi bertindak Halu dituding Alumni Palsu (yang sebenarnya Simple, tinggal menunjukkan Ijazah kalau memang ada dan tidak palsu) ini bisa jadi Mendayu-dayu ditarik ke Politik sana-sini, Terwelu …
)* Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Alumni UGM Asli – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen – Minggu, 27 Juli 2025