Opini

Menkeu Baru Jalan Baru: Dari Neolib Ke Ekonomi Kerakyatan?

Oleh: Edy Mulyadi ( Wartawan Senior )

Jakarta, 11 September 2025

Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, membuat gebrakan. Dia mengungkap fakta mengejutkan. Ada Rp425 triliun dana pemerintah yang mengendap di Bank Indonesia. Uang sebesar itu tidak berputar di sektor riil. Tidak mengalir ke masyarakat. Tidak membuka lapangan kerja. Singkatnya: ekonomi kering, rakyat kesulitan cari kerja.

Purbaya berencana menarik Rp200 triliun dari dana itu dan menempatkannya di bank-bank swasta. Logikanya sederhana. Jika uang itu beredar di perbankan, kredit akan meningkat, dunia usaha bergerak, lapangan kerja tercipta. Sebuah ide segar, setidaknya dibanding kebijakan menkeu sebelumnya, Sri Mulyani.

Sri Mulyani dikenal sebagai menteri keuangan yang neoliberal tulen. Dia disiplin menjaga defisit di bawah 3% PDB, rajin berutang dengan bunga super tinggi, dan gemar memangkas anggaran sosial. Dia juga agresif memeras penerimaan lewat aneka pajak yang mencekik rakyat. Di atas kertas, reputasi fiskalnya cemerlang. Investor asing mengacungkan jempol. Namun di lapangan, rakyat mengeluh: harga-harga mahal, lapangan kerja seret, ekonomi terasa gelap.

Kenyangkan Perut Rakyat, Bukan Senangkan Asing dan Konglomerat

Kebijakan konservatif ala Sri Mulyani menjaga kepercayaan pasar. Tetapi semua itu jelas berbiaya sosial. Dia lebih sibuk menyehatkan APBN di mata investor ketimbang menyehatkan perut rakyat.

Sebaliknya Purbaya tampil dengan narasi berbeda. Dia menyebut terang-terangan ada kesalahan kebijakan fiskal dan moneter yang membuat ekonomi stagnan. Dia bicara dengan bahasa yang mudah dipahami rakyat: “Makanya orang susah cari kerja.” Pernyataan ini bukan sekadar teknis, melainkan politis sekaligus populis.

Purbaya mencoba hadir sebagai menkeu yang mendengar keluhan rakyat. Bukan hanya laporan IMF atau rating agency.
Namun kita perlu waspada. Melepas likuiditas besar ke sistem perbankan bukan tanpa risiko. Jika uang mengalir deras sementara kapasitas produksi terbatas, inflasi bisa melonjak. Harga-harga bukannya turun, malah makin tinggi. Nilai tukar pun bisa tertekan.

Di sinilah Purbaya dituntut cermat. Uang Rp200 triliun itu harus benar-benar masuk ke sektor produktif. Industri padat karya, UMKM, pertanian, manufaktur. Bukan hanya parkir di proyek konsumtif atau konglomerat besar. Jika salah sasaran, kebijakan ini hanya jadi “pompa uang” sesaat tanpa menciptakan pondasi ekonomi yang kokoh.

Lalu, apa solusinya? Pertama, transparansi. Publik perlu tahu kemana aliran dana itu
Siapa penerimanya. Apa output yang dihasilkan. Kedua, fokus pada sektor yang menyerap tenaga kerja dan mengurangi impor. Pertanian, perikanan, industri kecil, dan teknologi tepat guna harus jadi prioritas. Ketiga, koordinasi erat dengan BI agar pelepasan likuiditas tidak kebablasan memicu inflasi.

Terakhir, keberpihakan pada rakyat kecil. Jika Purbaya ingin dikenang sebagai menkeu rakyat, bukan sekadar menkeu pasar, dia harus berani keluar dari jebakan neoliberalisme. Utang baru bukan jawaban. Pajak yang mencekik harus direformasi. Anggaran sosial jangan dipangkas, justru diperkuat. Ekonomi yang sehat bukan sekadar angka defisit cantik, tapi perut rakyat kenyang, lapangan kerja terbuka, harga terjangkau.

Singkatnya, Purbaya membawa angin segar setelah era panjang Sri Mulyani yang serba konservatif. Tapi gebrakan harus diikuti eksekusi. Kalau tidak, rakyat hanya mendapat janji manis baru dengan penderitaan lama yang berulang.
Dan Indonesia tidak butuh menkeu yang pintar memoles laporan untuk investor asing. Yang kita butuh adalah menkeu yang berani membela kepentingan rakyat di atas segalanya.

Purbaya memang beda dengan Sri Mulyani. Sri jelas neolib, komprador kaum kapitalis, dan selama puluhan tahun setia jadi sales promotion girl (SPG) IMF/Bank Dunia. Purbaya? Semoga jadi antitetisnya.

Kita tak butuh Menkeu yang menyusahkan negara karena utang ribuan triliun berbunga sangat tinggi. Tak butuh Menkeu yang menyengsarakan rakyat lewat berbagai pajak mencekik dan harga kebutuhan pokok melangit. Indonesia butuh Menkeu yang berpihak pada rakyat, menyejahterakan rakyat. Inilah tujuan bernegara seperti dikehendaki pada Bapak Bangsa…

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button