Opini

Prabowo ke China: Antara Diplomasi Dunia Dan “Api Di Dalam Rumah”

Oleh: Edy Mulyadi ( Wartawan Senior )

Jakarta, 3 September 2025

Presiden Prabowo Subianto akhirnya benar-benar terbang ke Beijing, Selasa 3 September 2025. Padahal, sebelumnya dia sempat menunda keberangkatan gara-gara gelombang demonstrasi besar-besaran di tanah air. Demo rusuh akhir Agustus menewaskan sedikitnya delapan orang. Ratusan luka-luka. Sejumlah kota besar porak-poranda. Lumpuh. Publik pun mendidih.

Namun, pada akhirnya Prabowo tetap berangkat. Alasannya, menjaga hubungan dengan Cina. Undangan Presiden Xi Jinping untuk menghadiri parade militer 80 tahun kemenangan China atas Jepang adalah agenda prestisius. Lebih dari itu, China adalah mitra strategis Indonesia. Mengabaikannya bisa dibaca sebagai langkah fatal di level diplomasi.

Ada satu momen penting yang langsung jadi sorotan dunia. Foto Prabowo berdiri sejajar dengan Xi Jinping, Vladimir Putin, dan Kim Jong Un di Lapangan Tiananmen. Tak semua kepala negara mendapat posisi kehormatan itu. Foto tersebut mengirimkan pesan kuat, bahwa Indonesia bukan sekadar penonton. Indonesia jadi bagian dari poros penting di panggung global.

Bagi Washington dan sekutunya, tentu saja ini bikin cemas. Tapi buat Indonesia, momen itu menunjukkan posisi tawar yang semakin kokoh. Prabowo sukses menegaskan bahwa Indonesia mampu menjaga keseimbangan di antara blok-blok besar dunia.

Yang menarik, kunjungan ini amat singkat. Prabowo tiba di Beijing pada pagi hari, mengikuti upacara dan pertemuan bilateral. Malamnya kembali ke Jakarta. Artinya, dia tak ingin lama meninggalkan rakyat. Fokus utama tetap di dalam negeri yang baru saja diguncang demo rusuh.
Keputusan menunda keberangkatan pada akhir Agustus, lalu akhirnya hanya berangkat singkat, justru memperlihatkan concern Prabowo terhadap situasi domestik. Dia memilih jalan tengah: tetap menjaga hubungan internasional tanpa mengabaikan krisis di tanah air.

Domestik Tetap (Paling) Penting

Namun, panggung dunia tidak otomatis memadamkan api di dalam rumah. Deadline tuntutan 17+8 sudah di depan mata, 5 September 2025. Mulai dari reformasi ekonomi, hentikan kriminalisasi demonstran, hingga tarik TNI dari pengamanan sipil. Semua belum dijawab.

Banyak pihak menyebut demo rusuh akhir Agustus bukan sekadar ledakan spontan rakyat. Diduga kuat ada aroma permainan Geng Solo. Nama Riza Khalid disebut-sebut sebagai donatur utama. Publik tahu, pola ini sudah berkali-kali dipakai: pendanaan, pengerahan massa, lalu menciptakan instabilitas. Tujuannya tak lain adalah membuka jalan bagi ambisi politik dinasti, yakni menjadikan Gibran sebagai RI-1.

Prabowo kini diuji: apakah dia akan terus berada dalam bayang-bayang warisan Jokowi. Atau berani melepaskan diri dari cengkeraman Geng Solo?

Foto bersejarah bersama Xi–Putin–Kim memang memberi sinyal kuat bahwa Indonesia punya tempat terhormat di dunia. Tapi ujian sesungguhnya ada di dalam negeri sendiri. Rakyat menunggu langkah konkret. Apakah Prabowo berani memenuhi tuntutan publik, menindak perusuh, dan menutup rapat jalan bagi ambisi dinasti politik?

Kunjungan singkat ke Beijing memberi nilai strategis: Indonesia tampil sebagai pemain global, bukan figuran. Tetapi makna yang lebih besar akan ditentukan oleh langkah Prabowo di dalam negeri. Dia tegas pada Geng Solo dan responsif terhadap tuntutan rakyat. Jika dilakukan, sejarah akan mencatat dia bukan sekadar berdiri di Tiananmen. Tapi Prabowo mampu berdiri tegak memimpin Indonesia keluar dari bayang-bayang masa lalu. Lepas dari cengkeraman Jokowi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button