Setelah AADPSE, sekarang malah AADUGM (Ada Apa Dengan UGM) ?

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Sebelumnya, 2x (dua kali) berturut-turut tulisan saya bisa dikatakan tampak selalu bertemakan Rektor UGM / Universitas Gadjah Mada periode 2002-2007 lalu. Dua tulisan tersebut adalah “AADPSE (Ada Apa Dengan Profesor Sofian Effendi) ?” dan “Kelanjutan dari AADPSE dan Maklumat Jogja”, keduanya saya tulis pada hari dan tanggal Istimewa yang sama, Jumat 18 Juli 2025, meski dalam waktu yang berbeda.
Mengapa tanggal (18 Juli) tersebut terasa istimewa? Karena selain di tanggal tersebut 45 tahun lalu (tahun 1980) ber-hari yang sama dengan di tahun 2025 kemarin, yakni hari Jumat, hanya saja hitungan “Pasaran”-nya berbeda secara hitungan tahun Jawa, dimana saat di tahun 1980 adalah Jumat Kliwon dan kemarin adalah Jumat Legi, bulan Jawa-nya juga berbeda, dulu bulan Poso / Pasa (baca: bukan “Puasa” sebagaimana edisi Rekayasa), sekarang bulan Suro atau Muharram dalam istilah bulan Islam.
Di hari Jumat Kliwon Empat Setengah Dasawarsa itulah sebenarnya terjadi sebuah pengumuman dari PP I (Proyek Perintis Satu) yang kemarin sempat dicari dan menjadi Viral karena terjadi keanehan penulisan bulan Jawa “Puasa” yang seharusnya Poso / Pasa di Harian KR / Kedaulatan Rakyat Jogja. Disebut2 di harian KR itulah terdapat nama JkW diantara ratusan nama mahasiswa yang diterima di UGM tahun tersebut, meski banyak keanehan dari penulisannya.
Sekedar tambahan referensi, PP I adalah sebuah sistem seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang dilaksanakan mulai tahun 1979 dst untuk memperbaiki sistem sebelumnya, SKALU (Sekretariat Kerja Sama Antar Lima Universitas). Proyek ini melibatkan lima PTN ternama: Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Airlangga (Unair) dan UGM. PP I memberikan kesempatan bagi calon mahasiswa untuk memilih tiga program studi di tiga PTN yang berbeda saat itu.
Kembali kepada sosok Profesor Sofian Effendi, secara kebetulan juga beliau adalah Rektor UGM yang berkesempatan menandatangani Ijazah ASLI Magister Kesehatan (M.Kes) saya dari Sekolah Pasca Sarjana Nomor 2389/M.Kes/05 tertanggal 25 Juli 2005 bersama dengan Dr. Irwan Abdullah selaku Direktur Pasca Sarjananya. Tentu saja Ijazah S-2 Magister Kesehatan, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Perilaku dan Promosi Kesehatan Masyarakat tersebut secara bangga bisa ditunjukkan dan diakses siapa saja karena memang nyata dan resmi adanya.
Profesor ini barusaja menjadi Viral dan bahkan Trending topic di berbagai platform social media hingga mayoritas media massa, baik yang mainstream hingga alternatif karena kejujurannya dalam membongkar misteri yang telah sempat rapat ditutup-tutupi di UGM selama ini. Sayang memang pernyataannya yang sempat bak tetesan hujan di kemarau panjang tersebut tidak berumur lama, kurang dari 1x 24 jam dan digantikan dengan Selembar surat yang meski ditandatangani beliau, namun tanpa meterai, bukan di kertas leges dan tidak diNotariil-kan, alias tidak punya kekuatan hukum apapun.
Selembar surat “bertandatangan” beliau itu sebagaimana tulisan saya kemarin, sontak sempat menghapuskan harapan masyarakat untuk pembongkaran misteri (baca: kejahatan ?) besar yang selama ini ditutup-tutupi, karena tenyata bukan hanya soal Ijazah, namun ternyata juga soal Skripsi dan runtutan proses Akademik janggal sebelumnya. Lucunya bila dicermati lebih mendalam, masyarakat tetap percaya pada statemen beliau pertama sebagaimana sudah ditayangkan di YouTube Balige Academy dan Langkah Update sebelumnya, karena memang banyak yang menyebut bahwa statemen pertama jelas kebenaran dan yang maunya diralat itu hanya pembenaran.
Mengapa banyak masyarakat lebih percaya kepada semua yang sudah (telanjur) dikatakan beliau sebelumnya, karena sebenarnya memang sudah menjadi rahasia di internal UGM soal isi statemen Rektor UGM tahun 2002-2007 itu sebagaimana yang disebutkan oleh Said Didu dalam PodCast di Madilog ForumTV yang bisa dilihat melalui Link youtu.be/OWV0g7bLSOA Dalam percakapannya terungkap bahwa Profesor Sofian Effendi pernah bercerita sebelumnya tanggal 8 Desember 2024 lalu, alias sebenarnya semua yang disampaikannya memang fakta, hanya belum terpublikasi luas sebelumnya dalam bentuk live-streaming atau format video dalam YouTube yang bisa diakses luas.
Perkembangan terbaru selain ada upaya “pembungkaman” terhadap beliau (sebagaimana kecurigaan Netizen +62) atas perubahan sikap 180° dari cerita fakta panjang-lebar berdurasi 1-jam 13-menit dan kemudian mau berusaha diralat selembar kertas itu ternyata masih berlanjut. Muncul juga ancaman dari Gerombolan liar yang menamakan dirinya “JkW lovers” dan melakukan intimidasi terhadap Sang Profesor. Terakhir bahkan kunjungan Silaturahmi yang akan dilakukan oleh Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto di Sabtu malam kemarin (19/07/2025)-pun kabarnya dihalang-halangi oleh Kelompok berseragam UGM didepan rumahnya sebagaimana disampaikan Dr Rismon di TV CNN Indonesia semalam ini youtu.be/Z8NWwoEPs0o
Kesimpulannya, AADUGM / Ada Apa Dengan UGM terakhir ini? Mengapa Universitas nDeso alias Kerakyatan yang bahkan sempat dijadikan background Novel dan Film “Cintaku di Kampus Biru” (1974) sekarang tampak berubah 180° menjadi Kampus tertutup dan cenderung (takut?) menutup-nutupi kejadian / fakta sebenarnya? Selaku Alumnus ASLI S-1 Komunikasi dan S-2 Magister Kesehatan Kampus tersebut, saya bersama Dr Rismon Hasiholan Sianipar, dr Tifauzia Tiyasumma, Relagama dan Ratusan (bahkan mungkin ratusan Ribu hingga sekarang) sangat menyayangkan perubahan sikap Kampus Bulaksumur tersebut. Namun kami tetap percaya, Gusti Allah SWT tidak sare dan akan ada “Naga dina”-nya untuk membongkar semuanya, InshaaAllah …
)* Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen – Jakarta, Minggu 20 Juli 2025