Opini

Subhan Palal Menggugat Ijazah SMA Fufufafa 125 Triliun, Like Father Like Son? Ambyar …!

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes ( Pemerhati Telematika, Multimedia, AI Dan OCB Independen )

Jakarta, 5 September 2025

Masyarakat kembali gempar, Pasca tragedi Indonesia membara sekaligus berduka minggu lalu, mendadak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jkt Pst) melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) menampilkan gugatan perdata perkara Ijazah SMA Fufufafa (yang secara teknis dan ilmiah sudah bisa dipastikan 99,9% identitasnya) dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Perkara tersebut telah didaftarkan semenjak hari Jumat 29 Agustus 2025 lalu dan rencana sudah akan mulai disidangkan hari Senin 8 September 2025 minggu depan.

Siapa sebenarnya HM Subhan, SH MH Advokat dari Kantor pengacara “Subhan Palal dan Rekan” yang berpraktek di Duri Kepa, Jakarta Barat ini mungkin tidaklah penting bagi masyarakat. Namun tindakannya yang (berani) membuat gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di PN Jkt Pst ini pantas diapresiasi, meski tetap harus dicermati agar jangan sampai sekedar sensasi atau bahkan bertujuan untuk “menutup” gugatan lain agar terjadi ne bis in indem (lengkapnya: Nemo debet bis vexari pro una et eadem causa) yang artinya tidak bisa digugat dua kali dalam satu hal yang sama.

Namun andaikata kita berpikir Husnudzon (berprasangka baik) saja dalam melihat gugatan dengan nilai fantastis 125 Trilyun yang kalau menang akan disumbangkan ke masyarakat dan diajukan oleh Subhan diatas, dan bukan kebalikannya untuk suudzon berprasangka buruk), maka gugatan perdata ini setidaknya akan bisa membuka “Kotak Pandora” riwayat pendidikan pemilik Akun Fufufafa yang pernah disebut sebagai ‘Wapres terbaik yang pernah dimiliki Indonesia” (?) oleh salah seorang Termulnya berinitial AA (yang membuatnya diangkat sebagai Komisaris, padahal berstatus TSK dalam kasus Penistaan Agama), Terwelu.

Kasus PMH yang dipermasalahkan adalah ketidaksesuaian ijazah Fufufafa ini dengan UU Pemilu No 7 tahun 2017 khususnya di Pasal 169 huruf r junto pasal 13 Peraturan KPU No 19 tahun 2023 huruf r juga yang menyatakan bahwa Calon Presiden/Wapres berpendidikan paling rendah tamat SMA / Sekolah Menengah Atas, MA / Madrasah Aliyah, SMK / Sekolah Menengah Kejuruan, MAK / Madrasah Aliyah Kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat. Sebenarnya ada penjelasan bahwa “sederajat” yang dimaksud berarti ijazah harus diakui setara SMA/MA/SMK/MAK melalui penyetaraan resmi dari Kemendikbudristek atau Kemenag dan Calon Presiden/Wapres harus membuktikan ijazah atau dokumen penyetaraan yang sah dan legal. Artinya jikapun ada lulusan non-formal, wajib ada SK Penyetaraan dari Kemdikbudristek/Dirjen Dikti. Selanjutnya KPU memverifikasi ijazah dengan cara legalisasi serta klarifikasi ke sekolah/instansi yang menerbitkan.

Kalau melihat kronologi pendidikannya, SD ditempuh di SD Negeri 16 Mangkubumen Kidul, Laweyan Solo tahun 1993-1999) kemudian SMP di SMP Negeri 1, Jl MT Haryono Solo tahun 1999-2002 tampak wajar. Namun ketika ditelisik SMA-nya terjadi kesimpangsiuran data, ada yang menulis Orchid Park Secondary School (OPSS) Singapore tahun 2002-2005, namun ada data lain, misalnya yang pernah ditulis dalam Akun X dr Tifa berdasar kesaksian beberapa orang / sumber A1, bahwa Fufufafa bersekolah di SMA Santo Yosef selama 2 tahun sebelum (terpaksa, karena hampir tidak naik kelas) pindah ke SMK Kristen Solo.

Lebih membagongkan lagi kalau dilihat pendidikan sesudahnya, sempat ditulis di Wikipedia, Situs Forkompinda Solo, bahkan dipublikasikan melalui LKBN Antara saat Pemilu 2024 lalu, Fufufafa ini disebut lulus S1 di MDIS (Management Development Institute of Singapore) namun Ijazahnya dikeluarkan oleh University of Bradford United Kingdom, Inggris. Selanjutnya sempat ditulis lulus S2 di UTS / University Technology of Sidney, sebelum akhirnya dihapus dan malah “dibalik” urutannya ke UTS Australia dulu sebelum ke MDIS / Bradford UK di Singapore. Hal ini dilakukan karena kedapatan tercyduk bahwa ternyata saat di UTS hanya mengambil Program InSearch (semacam Preparatory Course / Matrikulasi sebelum masuk Perguruan Tinggi) saja, alias bukan level Sarjana apalagi Master / S2.

Lebih “memPetrukkan” lagi (kalau sebelummya disebut membagongkan diatas, alias aneh bin Ajaib), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Surat Keterangan No 9149/D.DI/KS/2019 menerbitkan “Surat Penyetaraan” yang menyebut bahwa Fufufafa “telah menyelesaikan pendidikan Grade 12 di UTS Insearch, Sidney, Australia tahun 2006” namun hanya setara dengan tamat SMK peminatan Akutansi dan Keuangan di indonesia, jadi InSearch UTS ini malah hanya dianggap level SMK saja. Surat tersebut anehnya lagi baru dikeluarkan 13 (tiga belas) tahun sesudahnya, yakni tanggal 6 Agustus 2019 oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Dr. Sutanto SH MA atasnama DirJen DikDasMen. Pemyetaraan InSearch UTS hanya dianggap selevel SMK dan Suratnya baru dikeluarkan 13 tahun dari ditempuhnya tahun 2006 inipun sebenarnya bisa jadi pertanyaan besar Apa yang sebenarnya terjadi? Ambyar.

Apalagi kalau melihat Kampus MDIS yang kini sudah diputus kerjasamanya alias tidak lagi berafiliasi dengan University Bradford UK tersebut sebenarnya hanya memiliki peringkat ke-46 dari 55 dari semua Universitas di Singapore (menurut situs peringkat kampus AD Scintific Index). Itupun Fufufafa lagi-lagi dapat nilai Lower alias peringat kedua dari bawah, yakni “second class honours second division” sebagaimana jelas tertulis di Ijazahnya yang sempat ditunjukkan saat di Loji Gandrung dan difoto oleh media-media mainstream (untuk hal ini kita pantas memberikan Apresiasi kepadanya, terlepas Asli atau tidak, dibanding ayahnya yang sampai sekarang tidak berani menunjukkan Ijazahnya atau maksimal hanya diperlihatkan tanpa boleh difoto wartawan).

Untuk diketahui hasil Lower ini setara dengan nilai 48-dari-100 atau IPk 2,3 alias jika mau meneruskan atau mendaftar ke grade yang lebih tinggi (misalmya Master / S2) akan susah diterima apalagi Doktor / S3. Menurut cuitan Budi Kurniawan @BangBudiKur di X / Twitter, Urutan Honours Degree of Bachelor ini adalah yang teratas First Class Honours 68%, kemudian ada Second Class Honours – First Division 58%, baru Second Class Honours – Second Division 48% dan paling bawah adalah Third Class Honours below 48%. Meski demikian Ijazah inipun sudah mendapat nomor penyetaraan ijazah dengan SK No. 2296/Belmawa/Kep/IJLN/2019, ditetapkan dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan / Ditjen Belmawa Paristiyanti Nurwardani pada 8 Agustus 2019, alias hanya terpaut 2 (dua) hari dari Surat Penyetaraan InSearch UTS setara SMK diatas (mungkin memang pengurusannya baru dilakukan keduanya tahun 2019 kemarin).

Kesimpulannya, apapun yang akan terjadi dalam persidangan perdata kasus ijazah Fufufafa yang digugat oleh Subhan ini, apakah memang benar bisa berani diputuskan oleh PN Jkt Pst atau lagi-lagi sebagaimana yang dikakukan oleh beberapa PN sebelumnya (Jakarta, Jogja dan Solo) dalam kasus Ijazah JkW yang dilbuat “NO” alias Niet Ontvankelijke verklaard, yang artinya Niet = tidak, Ontvankelijk = dapat diterima, Verklaard = dinyatakan, alias “Dinyatakan tidak dapat (berani) diterima”. Kalau begitu lagi, kapan Rakyat Indonesia akan mendapat prinsip Equality before the Law alias kesetaraan dalam hukum? Inilah saatnya Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bisa membuktikan komitmennya kepada Rakyat sebagaimana Asta Citanya. At last but not least, tetap terus gaungkan #AdiliJkw dan #MakzulkanFufufafa …

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button