Opini

ULTIMATUM RAKYAT :LISTYO PRABOWO ATAU PRABOWO SUBIANTO

Oleh : M Rizal Fadillah ( Pemerhati Politik dan Kebangsaan )

Bandung, 6 September 2025

Juru Bicara Office United Nations of High Commissioner for Human Rights (OHCHR) Ravina Shamdasani mendesak Presiden Prabowo untuk mengusut tuntas kasus aksi 25 dan 28 Agustus 2025 yang telah menewaskan sekurangnya 9 warga sipil. PBB menilai telah terjadi pelanggaran HAM oleh aparat penegak hukum. Aksi unjuk rasa baik diaspora maupun warga asing di berbagai negara turut menekan pemerintahan Prabowo.

Prabowo sudah lama berada dalam pantauan dunia, ia punya sejarah kelam menyangkut pelanggaran HAM yang membawanya pada rekomendasi pemecatan dari statusnya sebagai prajurit TNI. Kabur ke Yordania untuk memulihkan trauma pemecatan. Arus reformasi 1998 yang menyasar keluarga Istana Soeharto berdampak luas. Prabowo sebagai Pangkostrad saat itu dinilai melakukan banyak kesalahan.

Alasan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) memberhentikan antara lain mengambil alih tugas Pangab untuk kasus Aceh dan Timtim, pembebasan sandera Wamena, pelibatan Kopassus dalam pengamanan Presiden di Kanada. Lalu kasus penugasan Satgas Merpati dan Mawar untuk melakukan penangkapan, penculikan dan penahanan aktivis, tidak melaporkan operasi kepada Pangab, tidak melibatkan staf organik dalam prosedur staf, pengendalian dan pengawasan, serta sering bepergian ke luar negeri tanpa izin Kasad maupun Pangab.

Desakan dalam negeri juga kuat agar Prabowo bertindak, saatnya untuk bergerak nyata. Rakyat muak dengan omong besar. Pembuktian awal penegakan hukum adalah mengganti Kapolri karena di samping sudah lama menjabat, juga semua orang tahu bahwa ia adalah barang titipan Jokowi. Geng Solo sebutannya, ganti dengan geng Prabowo atau bagusnya tidak perlu geng-gengan karena Indonesia bukan negara kartel atau mafia.

Kini kasus pembunuhan warga sipil oleh aparat Kepolisian tidak hanya tanggung jawab personal. Telah berimplikasi pada kemarahan publik berupa penyerangan kantor, markas, dan fasilitas Kepolisian dimana-mana. Runtuhnya citra aparat Kepolisian menjadi tanggung jawab Kapolri. Listyo Sigit Prabowo wajar segera mengundurkan diri. Ia dinilai tidak becus menjalankan dan menjaga marwah Kepolisian.

Namun budaya mundur belum terbentuk di negeri ini. Maju terus pantang mundur. Meski kesalahan dan dosa menumpuk setinggi langit. Karenanya Presiden lah yang harus memecat atau memberhentikan Kapolri. Ini ‘conditio sine qua non’, tidak bisa tidak.
Jika Prabowo untuk hal ini saja tidak mampu, maka kredibilitasnya akan semakin merosot dan runtuh.

Prabowo benar tunduk pada kemauan Jokowi. Andai Jokowi, Gibran, dan PSI membuat makar, nampaknya Prabowo masih saja tetap akan berbasa-basi. 
Situasi kini sesungguhnya tidak bisa disikapi dengan pola ambigu atau banci. Mulai dengan pecat Kapolri.

Ataukah rakyat yang jengkel, muak, dan marah harus memberi ultimatum ?
Tahap ultimatum itu adalah pilih Listyo Sigit Prabowo atau Prabowo Subianto ? Jika Listyo tetap dibiarkan maka libaslah Prabowo, namun jika Listyo diberhentikan, maka Prabowo masih diberi kesempatan. Konstitusi memberi jalan.

Sebaiknya Listyo Sigit Prabowo diberhentikan sebelum 23 September 2025. Itu adalah waktu Prabowo akan berpidato di Sidang Umum PBB. Tanpa langkah tegas dalam penegakan hukum, kebebasan berpendapat, dan jaminan perlindungan HAM, maka kehadiran Prabowo pada Sidang Umum PBB hanya akan mempermalukan bangsa Indonesia. Prabowo sendiri bakal babak belur.

Hari-hari ke depan akan menjadi saksi apakah rakyat akan mendukung atau menghukum ? Prabowo harus cepat dalam menentukan pilihan. Tidak bisa terus bungkam, membiarkan atau mengambangkan.
Jika terus cuma beromon-omon, maka dunia akan membaca bahwa Jokowi dan Prabowo itu sama saja. Bahkan lebih parah.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button