27 Tahun Reformasi: Masih Bolehkah Berharap Pada Prabowo?

Oleh : Edy Mulyadi ( Wartawan Senior )
Jakarta, 21 Mei 2025
Hari ini, 21 Mei 2025, Tepat 27 tahun reformasi digulirkan. Tapi apa yang kita panen?, Demokrasi yang sehat? Negara yang melindungi rakyat?, Keadilan sosial yang merata bagi sebagian besar rakyat?, Jawabnya: belum, Bahkan, bisa dibilang: makin jauh.
Presiden datang silih berganti, Semua menorehkan jejak masing-masing. Plus dan minus, tentu saja. Tapi tujuan didirikannya negara Indonesia kian tak jelas wujudnya. Alinea ke-4 UUD 1945 dengan jelas menyebutkan tujuan tersebut. Antara lain, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jokowi Sumber Kerusakan
Selama 10 tahun Jokowi berkuasa, sistem dirusak di semua lini. KPK dilemahkan. Koruptor dilindungi. Aktivis dibungkam. Proyek infrastruktur dipaksakan dengan mengorbankan rakyat kecil. Wadas, Rempang, Mandalika, IKN. Cuma beberapa saja di antaranya. Semua menyimpan luka dan air mata. Juga dendam membara.
Sejumlah BUMN karya yang mendapat penugasan membangun infrastruktur kolaps. Beberapa bahkan sudah resmi bangkrut. Utang mereka membengkak berkali-kali lipat. Cash flow seret karena APBN memang kering-kerontang. Para pengusaha yang jadi subkontraktor bergelimpangan karena hasil kerja mereka tidak dibayar. Pemiliknya tiba-tiba jatuh miskin. Dililit utang bank yang menggunung pula.
Di era Jokowi juga, UU dibuat semena-mena: revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, KUHP baru. Semua diterbitkan tanpa partisipasi publik. Demokrasi dijegal. Pembungkaman suara-suara kritis dilakukan secara massif. Penguasa semakin otoriter.
Konstitusi ditabrak. Mahkamah Konstitusi (MK) ditelikung demi mendorong anaknya jadi Wapres. Pemilu dan Pilpres ditaburi berbagai kecurangan secara brutal. Terstruktur, massif, dan sistematis! Semua ujungnya untuk membangun dan melanggengkan dinasti politik Jokowi
Prabowo, Apa Dan Bagaimana Seharusnya
Sekarang Prabowo berkuasa, Enam bulan lebih berjalan. Apakah ada bedanya?, Mereka yang berseberangan menilai, nyaris tak ada. Masih satu napas. 17 eks menteri Jokowi justru mendominasi. Penempatan pejabat penuh kompromi.
BUMN masih jadi ajang bancakan. Cuma ganti pelakon. Koruptor tetap dapat tempat terhormat. Menteri dan kepala badan. Wacana amnesti bagi koruptor mulai dilontarkan. Ini melukai rasa keadilan rakyat. PIK 2 di Banten? Masih jadi ladang pengusiran rakyat demi cuan para taipan. Lalu, apa bedanya dengan era Jokowi?
Padahal, Prabowo sering menggaungkan tugas konstitusional: melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
Tentu saja, harus diakui Prabowo mencatat sejumlah prestasi penting. Seperti kenaikan upah buruh 6,5%. Ini sangat signifikan. Sangat mengejutkan. Belum pernah terjadi sebelumnya, apalagi di era Jokowi yang sangat memanjakan investor.
Prabowo juga menghapuskan utang petani dan nelayan. Lalu, ada program makan bergizi gratis (MBG) bagi jutaan anak sekolah. Khusus MBG banyak catatan buruk yang mestinya jadi perhatian serius Presiden.
Semua patut diapresiasi. Tapi itu tidak cukup, jika di sisi lain hak-hak rakyat dikerdilkan dan keadilan agraria dikhianati. Prabowo harus menunjukkan keberpihakan yang jelas. Mewujud dalam peraturan dan regulasi. Bukan cuma pidato yang diulang-ulang. Bukan cuma omon-omon. Apalagi dibumbui dengan terus memuji Jokowi. Menjijikkan!.
Lalu, Apa yang Harus Rakyat Lakukan?
Pertama, jangan amnesia sejarah. Reformasi itu darah dan air mata. Bukan hadiah elite politik.
Kedua, jangan diam. Kebebasan berekspresi dan partisipasi publik yang dicuri harus direbut kembali. Ketiga, terus kawal dan kritisi rezim. Bukan soal benci atau suka, tapi demi masa depan bangsa. Dan keempat, saatnya kita bangun kekuatan rakyat: sadar politik, melek hukum, dan berani bersuara.
Reformasi belum usai. Bahkan terancam kandas. Tapi harapan belum mati. Kalau kita, rakyat, terus bangkit – maka jalan perubahan dan keadilan masih terbuka. In sya Allah. Aamiin…