Opini

PPP & KISAH AKHIR RUMAH BESAR UMAT ISLAM?

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat)

Jakarta,30 September 2025

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terbelah. Dua kubu yakni Mardiono dan Agus Suparmanto saling klaim sebagai ketua umum terpilih dari Muktamar X partai tersebut, Sabtu (27/9) di Ancol, Jakarta Utara.

Pembelahan ini, juga nampak sangat dramatis karena saat Muktamar terjadi kericuhan, saling dorong hingga lempar kursi. Nampaknya, PPP hari ini sudah begitu sempit. Alih-alih menjadi rumah besar umat Islam, PPP tak mampu menjadi rumah yang damai bagi para kadernya.

PPP yang dahulu, dianggap partai yang melanjutkan perjuangan umat Islam pasca Masyumi dibubarkan, kini tinggal kenangan. Partai yang terlempar dari Senayan pada Pemilu 2024 lalu, makin pontang panting dengan perpecahan internal. PPP, bisa juga disebut sebagai Partai Pontang Panting.

Pontang panting mengais elektabilitas agar mendapat kepercayaan dan suara dari rakyat. Pontang panting, berusaha tetap menjadi rumah bagi para kader meski makin sempit dan membuat tak mampu menampung perbedaan aspirasi para kadernya.

Kita semua, kehilangan romantisme heroik PPP dengan sejumlah kader kader yang militan. Yang dahulu, menjadi basis perjuangan umat Islam karena tidak terakomodir oleh Golkar dan PDIP.

PPP saat ini, sudah jauh dari khittoh perjuangan para pendahulunya. Pada era kepemimpinan Romahurmuziy (Romy), tokoh PPP Yogyakarta H.M. Syukri Fadholli bahkan menyebut Romy sebagai ‘Murtad’ secara politik. Hal itu disampaikan saat penulis menjadi ketua LBH Pelita Umat berdiskusi di Yogyakarta, sekira tahun 2018 silam.

Hari ini, makin tak memiliki argumentasi bagi pemilih untuk tetap bersama PPP. Memilih karena visi Islam? PPP hari ini tak ubahnya partai-partai sekuler yang pragmatis dan materialistis. Memilih demi visi persatuan? Hari ini, jangankan menjadi rumah besar umat Islam, PPP telah gagal menjadi rumah yang nyaman dan menyatukan para kader.

Sejumlah politisi PPP juga korup. Tak beda dengan partai sekuler atau nasionalis lainnya.

Para elit PPP, tak memikirkan lagi perjuangan partai yang didirikan para pendahulunya. Partai, saat ini hanya diperebutkan untuk tujuan posisi politik yang akan dikonversi dengan kekuasaan, posisi jabatan atau keuntungan lain yang bersifat pragmatis.

Apalagi, saluran perubahan dan perjuangan umat Islam saat ini juga tak melulu diaktualisasikan melalui kontestasi pemilu dalam sistem demokrasi. Umat Islam, makin memiliki pilihan menyalurkan ruh perjuangan Islam melalui dakwah yang membumi bersama umat.

Diantaranya, apa yang disuarakan HTI yang sebelum dicabut BHP nya, tegas dan lantang menyampaikan demokrasi bukan saluran perjuangan umat Islam. Perjuangan umat Islam, hanya akan sampai pada tujuannya manakala umat Islam meneladani perjuangan Rasulullah Saw.

HTI, begitu masif menyampaikan metode perubahan untuk mencapai tujuan penerapan syariat Islam melalui tegaknya institusi Khilafah, yang dicapai dengan jalan dakwah. Dakwah yang ittiba’ pada Rasulullah, dakwah pemikiran, politik, tanpa kekerasan. (La Madiyah, La Unfiyah).

HTI juga menyampaikan, bahwa rumah besar umat Islam yang akan menyatukan umat Islam bukan hanya di Indonesia bahkan di seluruh dunia, adalah institusi Khilafah. Khilafah adalah negara umat Islam, warisan Rasulullah Saw yang pertama kali berpusat di Madinah dipimpin oleh Khalifah Abu Bakar RA dan terakhir dipimpin oleh Sultan Abdul Majid II di Turki (tahun 1924 H).

Nampaknya, tantangan PPP kedepan akan makin berat. Selain menghadapi dinamika politik yang makin tajam, kekuatan politik nasionalis yang makin mendominasi (Golkar, Gerindra, PDIP, hingga PSI dengan modal kapital besar), PPP juga akan pontang panting menghadapi gangguan friksi internal. Apa tidak sebaiknya PPP di talqinkan saja agar Husnul Khatimah, ketimbang makin banyak menambah dosa politik bagi bangsa?.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button