Menakar independensi Dan Reliabilitas Pusat Laboratorium Forensik

Oleh : Prof Tono Saksono ( Mantan Islamic Science Research Network (ISRN) )
Jakarta, 12 Mei 2025
Saya mengikuti podcast Dr. Refly Harun dengan Mas Ahmad Khozinuddin (AK) berjudul ”Semua digugat: Rektor hingga pembimbing skripsi Jkw, ini orangnya” pada 11-Mei-2025. Pada intinya yang dapat saya tangkap, AK akan menempuh upaya untuk melibatkan semua komponen negara (termasuk parlemen, universitas, masyarakat, para pakar) yang dapat berperan secara independen dalam penyelesaian kasus tuduhan ijazah palsu Pak Jokowi. Namun, jangan lupa, ujung-ujungnya, hasil Labfor Polri akan menjadi kunci utama Hakim dalam amar putusannya nanti.
Pagi ini (12-Mei-2025), saya menonton monolog YouTube Dr. Rismon Sianipar berjudul ”Menuju Pengadilan Internasional Den Haag.” Intinya, karena pengalaman dan hasil analisis yang cukup cermat, beliau menolak Labfor Polri. Menurut Dr. Rismon, Labfor Polri sudah berkali-kali diduga kuat melakukan manipulasi data yang sebetulnya sangat penting digunakan sebagai bukti utama dalam penanganan sebuah kasus. Jadi, bukan karena infrastruktur dan peralatannya yang kurang canggih. Namun, diduga karena adanya krisis kredibilitas para pengguna dan operator teknologi Labfor Polri. Saya setuju dengan pandangan Dr. Rismon dalam kasus ini karena tampaknya ini sudah menjangkiti hampir semua institusi dan lembaga yang terkait dengan pemerintah.
Saya lebih setuju apa yang akan dan mungkin telah mulai ditempuh oleh Dr. Rismon dengan mengingat dua faktor penting dalam sebuah analisis sains dan teknologi.
Pertama, untuk memperoleh keadilan yang hakiki maka institusi yang terlibat harus betul-betul independen dan bebas dari bias (kecenderungan). Dari beberapa penjelasan Dr. Rismon dan apa yang beredar di medsos, memang tampaknya kepercayaan masyarakat pada institusi kepolisian karena bias yang sangat kental telah menyebabkan kredibilitasnya terus menurun ke titik nadir. Kasus laporan TPUA yang telah dilakukan pada Desember 2024 dengan tambahan bukti ditambahkan secara berseri tetap tidak membuat Polri bergeming untuk mulai memproses penyelidikan atas tuduhan ijazah palsu. Namun sebaliknya, Polri langsung mulai menindaklanjuti laporan Jokowi yang baru dilakukan beberapa puluh jam untuk memeriksa Roy Suryo dkk. Ini juga salah satu bukti bias sebagai musuh utama sebuah peradilan.
Kedua, untuk memperoleh keadilan yang hakiki memang harus dilakukan oleh setidaknya tiga labfor independen. Inipun tidak termasuk Labfor Polri yang sudah terindikasi bias yang sangat kuat. Mengapa harus tiga, saya akan berikan contoh yang sangat sederhana. Dalam Statistika, khususnya dalam ”Theory of Errors” dikenal sebuah prinsip yang sangat dijaga dengan ketat. Agar tercipta reliabilitas yang tinggi, maka harus digunakan pengukuran yang redundant. Misalnya, kita akan mengukur berat badan kita. Kita lakukan satu kali dan diperoleh besaran 60.5 kg. Obyek yang kita ukur hanya satu (berat badan) sedangkan pengukurannya dilakukan hanya sekali sehingga tidak ada redundancy di sini. Dalam Statistik, kondisi ini dinamakan zero variance yang mengakibatkan kesalahan sebesar apapun tidak akan dapat terdeteksi. Maka diperlukan pengukuran kedua, katakanlah diperoleh besaran berat badan 80.3 kg. Karena ada satu pengukuran redundan, maka kita baru dapat melihat telah terjadinya blunder sebesar 20 kg. Problemnya, di titik ini, kita masih belum dapat pastikan pengukuran manakah yang blunder yang mungkin akibat salah catat? Maka diperlukan pengukuran ketiga yang katakanlah diperoleh angka 80.4 kg. Baru pada pengukuran ke tiga (dua redundansi) kita yakin bahwa telah terjadi kesalahan catat pada pengukuran pertama sebesar 20 kg. Coba bayangkan jika pengukuran pertama ini dilakukan oleh seorang petugas paramedis dan tanpa pengukuran ulang. Dokter yang menerima rekaman ini mungkin akan memberikan obat dengan dosis 5 mg karena berat badannya hanya sekitar 60 kg. Padahal dalam kaidah pengobatan yang standar dosis obat itu seharusnya 10 mg karena berat badan pasien 80 kg.
Jadi, agar diperoleh uji labfor dengan reliabilitas yang baik, maka seharusnya dilakukan oleh minimal tiga labfor independen, dan tidak memasukkan labfor Polri yang sudah terindikasi bias. Semoga ini menjadi sumbangan pemikiran untuk TPUA dan teman-teman yang sedang berjuang.