BAGUS JUGA KIBARKAN BENDERA “ONE PIECE” SAMPAI OKTOBER

Oleh: M Rizal Fadillah
Lucu, mendidik, santai dan menghibur begitulah cerita animasi manga One Piece. Komik Jepang tentang bajak laut yang berjuang untuk tegaknya kebenaran, keadilan, dan persahabatan. Kekuatan dan kecerdikan pula. Melawan keangkuhan, kekuasaan, dan kekayaan. Disana ada aparat marine sebagai alat ambisi dan pemaksaan.
Kemampuan merekrut awak yang berkeahlian adalah kekuatan Monkey D Luffi, sang kapten bajak laut One Piece. Kecil tapi solid sehingga disegani pemerintah tiran dan sesama bajak laut. Bendera tengkorak topi jerami Jolly Roger berkibar mendunia. Menjadi simbol kritik atas pemerintahan yang sok kuasa dan sewenang wenang.
Optimis untuk menjadi Raja Bajak laut yang berwibawa Luffy bergerak terus. Pada chapter 1157 untuk tayang 17 Agustus One Piece akan menayangkan Rocks D Xebec yang berkolaborasi dengan pemerintah merebut pulau bajak laut. Setelah berhasil Rocks berkhianat, ia menguasai sendiri pulau itu. Episode demi episode berada dalam nuansa pengkhianatan dan perlawanan atas ketidakadilan pemerintahan dunia.
Pejabat pemerintah dari Menteri HAM hingga Menko Polkam mulai panik dan ketakutan oleh komik bendera topi jerami, kemudian memberi sinyal untuk melarang adanya pengibaran bendera One Piece. Dikaitkan dengan makar atau subversi segala. Rupanya Undang-Undang telah ditafsirkan semau-maunya hingga tanpa disadari sesungguhnya pemerintah telah melakukan pelanggaran HAM.
Jika benar keluar aturan pelarangan maka rakyat sudah harus bersiap untuk berhadapan dan melawan pemerintahan yang otoriter. Sebaliknya justru bendera One Piece harus lebih marak dipasang.
Bendera komik itu menjadi simbol dari kritik keras sambil senyum.
Dalam buku “Pirates and Emperors” karya Noam Chomsky ketidakadilan penguasa selalu tergambar. Jika kelompok kecil mengkritik kebijakan penguasa maka ia disebut sebagai “bajak laut” pengganggu, akan tetapi jika penguasa besar yang bertindak, maka disebutlah sebagai “kaisar” yang menertibkan. Model ketidakadilan seperti ini yang disuarakan dalam cerita animasi One Piece.
Sesungguhnya tidak ada aturan perundang-undangan yang melarang pengibaran bendera topi jerami, hatta harus berdampingan dengan bendera merah putih. Yang dilarang adalah merusak martabat atau marwah bendera nasional tersebut.
Untuk mengingatkan pola kebijakan pemerintahan Prabowo agar tidak otoriter, anti demokrasi, atau menyimpang dari Konstitusi, bagus juga menjelang satu tahun pemerintahannya, rakyat mengibarkan bendera One Piece topi jerami. Sampai tanggal 20 Oktober 2025, lah. Tentu pengibaran itu tidak boleh mengganggu kewibawaan bendera merah putih.
Bila tidak sadar saja, padahal sudah diingatkan, maka Prabowo bukan One Piece tetapi One Price. Harganya adalah sama dengan ketua bajak laut Donquixote ataupun Rocks D Xebec yang jahat, jelek, dan penebar teror.
Pengibaran bendera topi jerami tidak tepat disebut pemecah belah, masa bendera cerita komik saja bisa memecah belah, naif sekali para pemimpin bangsa ini. Tapi ada yang membuat nyengir juga, di media beredar gambar bendera tengkorak tapi kepalanya wajah mirip si anu. Lalu tertulis “Inilah bendera One Piece pemecah belah anak bangsa”.
Rupanya keliru, kok si anu, padahal pemecah belah anak bangsa mah yang benar namanya Joko Widodo.
Gibran saja pernah pakai pin One Piece saat kampanye Pilpres.
Memang bapak anak itu satu paket pemecah belah dan pembajak jabatan. Presiden dan Wakil Presiden (berijazah) palsu.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 4 Agustus 2025