NasionalPeristiwa

Iriana dan JKW Menjadi Nama Kapal Pengangkut Nikel Di Raja Ampat

Viral kapal pengangkut nikel dari Raja Ampat bernama JKW dan Iriana, siapakah pemiliknya?

Polemik pertambangan nikel di kawasan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, sedang ramai disorot.

Terlebih, keberadaan tambang nikel di sana dianggap dekat dengan kawasan pariwisata bahari.

Kini, sedang viral di media sosial, nama kapal pengakut nikel dari Raja Ampat bernama Dewi Iriana dan JKW Mahakam.

Nama-nama kapal tersebut dikaitkan dengan nama mantan Presiden RI, Joko Widodo dan istrinya Iriana.

Salah satunya diunggah akun X (twitter) @Xerathvox pada Minggu (8/6/2025) siang.

Unggahan tersebut kemudian ramai ditanggapai dan mendapatkan lebih dari 478 ribu tayangan dalam waktu singkat.

Tidak hanya itu, postingan itu juga mendapatkan lebih dari 261 komentar, dibagikan 4 ribu kali dan ditanggapi 19 ribu kali.

Berdasarkan penelusuran TribunBengkulu.com, sejumlah kapal yang terkait dengan penambangan Nikel di Raja Ampat memang memiliki kode nama ‘Iriana’ dan ‘JKW’.

KAPAL TONGKANG – Tangkap layar gambar nama-nama kapal pengangkut Nikel dari Raja Ampat yang viral di media sosial. Ramai di jagat maya, nama kapal pengakut nikel dari Raja Ampat bernama Dewi Iriana dan JKW Mahakam. (X Xerathvox) (X Xerathvox)

Lantas, siapa sebenarnya pemilik kapal ‘Iriana’ dan ‘JKW’?

Berdasarkan penelusuran TribunBengkulu.com, kapal tongkang dengan kode nama ‘JKW’ dan ‘Iriana’ diketahui terkait dengan perusahaan PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan kode saham $PSSI di Bursa Efek Indonesia (BEI).

PT IMC Pelita Logistik (IDX Code: PSSI) merupakan perusahaan logistik dan transportasi laut yang jasanya digunakan oleh perusahaan pertambangan, terutama batubara di Indonesia. 

PT. IMC Pelita Logistik Tbk (PSSI), dahulu PT. Pelita Samudera Shipping Tbk, didirikan di Jakarta, pada tahun 2007 sebagai perusahaan logistik dan pelayaran. 

Perusahaan memiliki 85 armada yang terdiri dari 38 kapal tunda, 37 tongkang, 3 unit fasilitas pemuatan terapung, 1 floating crane, 4 kapal kargo curah kelas Handysize, dan 2 kapal kargo curah kelas Supramax. 

Perusahaan ini terutama melayani perusahaan batu bara, seperti Sakari Resources Group, PT Adaro Indonesia, MGM Coal, dan TANITO Coal. 

Kantor berlokasi di Menara Astra lantai 23, Jakarta, dengan kantor cabang di Samarinda, Banjarmasin, Sangkulirang, Muara Pantai, Palembang, Paiton, dan Makassar.

4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat

Sementara itu, empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat menjadi sorotan publik setelah aktivitas mereka memicu kekhawatiran akan kerusakan lingkungan dan penolakan dari masyarakat adat serta pelaku wisata.

Keempat perusahaan tersebut adalah PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. 

Mereka mengantongi izin usaha pertambangan di wilayah yang dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.

Aktivitas pertambangan ini dikhawatirkan akan merusak ekosistem laut, mengancam sektor pariwisata, dan mengganggu mata pencaharian masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya alam Raja Ampat

Sebelumnya, aktivis dari Greenpeace Indonesia gelar protes berujung pengusiran di dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference and Expo di Hotel Pullman, Jakarta, pada Selasa, 3 Juni 2025.

Tiga aktivis Greenpeace bersama seorang perempuan asli asal Papua membentangkan spanduk saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno tengah menyampaikan sambutannya.

Mereka menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak buruk aktivitas tambang nikel di Raja Ampat terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat. 

Greenpeace Indonesia menyebut, sejak tahun lalu, lembaganya menemukan pelanggaran aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, seperti di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di tiga pulau itu membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.

Selain itu, beberapa dokumentasi menunjukkan terjadinya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir.

Peristiwa yang diduga terjadi akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah itu berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.

Pemilik tambang nikel Raja Ampat Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), ada empat perusahaan pemilik tambang nikel Raja Ampat dengan aktivitas operasi di Pulau Gag dan pulau-pulau di sekitarnya.  

Keempat perusahaan telah mengantongi izin usaha pertambangan atau IUP.

Namun, hanya tiga perusahaan yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

1. PT Gag Nikel 

Gag Nikel punya siapa? Mengutip Harian Kompas, PT Gag Nikel adalah perusahaan pemegang kontrak karya sejak 1998.

Mulanya, saham PT Gag Nikel dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75 persen dan PT Antam Tbk sebesar 25 persen.

Namun, sejak 2008, Antam mengakuisisi semua saham Asia Pacific Nickel Pty Ltd sehingga PT Gag Nikel sepenuhnya dikendalikan oleh Antam.

Berdasarkan informasi di laman Kementerian ESDM, kontrak karya PT Gag Nikel terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akta perizinan 430.K/30/DJB/2017.

Perusahaan itu memiliki luas wilayah izin pertambangan 13.136 hektar.

PT Gag Nikel mendapat izin produksi pada 2017, lalu mulai berproduksi pada 2018. 

2. PT Anugerah Surya Pratama 

Pemilik tambang nikel Raja Ampat kedua adalah PT Anugerah Surya Pratama.

Perusahaan ini termasuk penanam modal asing (PMA), milik raksasa nikel asal China, Wanxiang Group.

Di Indonesia, induk dari PT Anugerah Surya Pratama adalah PT Wanxiang Nickel Indonesia.

Dilihat dari situs resmi perusahaan, PT Wanxiang Nickel Indonesia juga jadi salah satu perusahaan Tiongkok yang beroperasi di Morowali.

Bisnis inti perusahaan adalah tambang nikel dan peleburan Feronikel.

Area tambangnya juga terletak di Pulau Waigeo dan Manuran, Papua.

3. PT Mulia Raymond Perkasa 

Sedikit informasi yang bisa digali dari PT Mulia Raymond Perkasa.

Namun, merujuk pada data KLH, perusahaan ini melakukan pertambangan di Pulau Batang Pele.

KLH tidak menyebut luasan aktivitas pertambangan. Dalam keterangan resminya, KLH menyatakan PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele.

Seluruh kegiatan eksplorasi pun sudah dihentikan.

Kantor perusahaan ini tercatat berada di The Boulevard Office, Jakarta Pusat.

4. PT Kawei Sejahtera Mining 

Pemilik tambang nikel Raja Ampat keempat adalah PT Kawei Sejahtera Mining.

Sama halnya dengan PT Mulia Raymond Perkasa, tak banyak informasi yang bisa ditelusuri dari PT Kawei Sejahtera Mining.

Mengutip laman Kementerian ESDM, PT Kawei Sejahtera Mining adalah perusahaan tambang yang terdaftar di Direktorat Jenderal Minerba dengan izin usaha pertambangan (IUP) untuk operasi produksi bijih nikel.

IUP tersebut memiliki nomor 5922.00 dan valid hingga 26 Februari 2033. 

Sementara KLH menyebut, PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektar di Pulau Kawe.

Aktivitas PT Kawei Sejahtera Mining tersebut menyebabkan sedimentasi di pesisir pantai. 

KLH memberikan sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan, dan perusahaan terancam dikenakan pasal perdata. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunbengkulu.com dengan judul Heboh Kapal Pengangkut Nikel dari Raja Ampat Bernama JKW dan Iriana, Siapa Pemiliknya?

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button