Kajian HukumOpini

Jokowi Setidaknya Tamat SD Maka Dianggap Tahu dan Fahami Makna Asas Fiksi Hukum

Oleh : Damai Hari Lubis Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Rakyat yang kepingin Jokowi tranparansi memperlihatkan ijazah aslinya, “bukannya malu” malah melaporkan para aktivis, ini ilmu hukum berdasarkan pasal undang-undang/ UU. yang mana, siapa yang ngajari Jokowi untuk melaporkan publik yang ingin tahu kepada fihak penyidik, karena memiliki dasar fakta temuan disertai data empirik serta ilmiah. Karena tidak ada petunjuk terhadap pejabat publik untuk melaporkan individu publik maupun kelompok didalam setiap pasal didalam UU. Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan UU. Tentang Perlindungan Data Pribadi (UU. PDP) terkecuali isinya faktor disengaja melakukan sebuah dan atau fitnah kepada diri si Pejabat Publik.

Pihak Penyidik dan Jokowi pastinya terikat dengan pengetahuan tentang ‘asas fiksi hukum’, yakni asas dan teori hukum, tentang “semua orang dianggap sudah tahu tentang keberadaan dan keberlakuannya sebuah dan atau seluruh UU. termasuk larangan dan sanksi hukum dalam UU dimaksud, walau orang tersebut tidak tamat sekalipun hanya Sekolah Dasar (SD).

Dalam hal ini terkait eksistensi sistim hukum UU. KIP dan UU. PDP tentu saja Jokowi dianggap tahu, karena paling tidak Jokowi, pendidikan formalnya tamat SMA atau setidak-tidaknya dapat dipastikan Jokowi lulus atau tamat SD.

Aparat dan Jokowi khususnya jangan preseden serta menjustifikasi pengalaman ‘dipenjarakannya’ Bambang Tri Mulyono/ BTM dan Gus Nur dengan merekayasa seolah melakukan pelanggaran pasal ujar kebencian dengan penjara selama 4 tahun oleh yudeks facti MA yang awalnya kedua terpidana dihukum dengan vonis penjara 6 tahun oleh PN. Surakarta, dikarenakan dituduh melakukan kebohongan oleh Para hakim bengal!

Padahal BTM memiliki ijazah foto copi milik Jokowi namun sampai BTM saat ini masih di sel penjara Jokowi masih juga belum memperlihatkan ijazah asli miliknya.

Kok aparat penyelenggara negara mau tunduk dengan perilaku ngeyel si doyan bohong (The King of lip service) pejabat publik di Danantara (bekas presiden).

Aparatur dan pra tokoh bangsa ini jangan lupa, bahwa bangsa ini punya dasar negara berasaskan teologi (agamis), penuh kemuliaan, adab luhur, sosial, musyawarah dan keadilan sesuai merujuk falsafah pancasila, bukan berasaskan teori Machiavelisme atau Thomas Hobbesisme dengan prinsip mirip ala barabarism manusia bagai srigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus) hasrat mendapatkan sesuatu dengan segala cara

Oleh karena pengalaman sejarah hukum yang buruk yang telah dilakukan terhadap BTM dan Gus Nur, justru mesti ada penyelesaian informasi (klarifikasi) bukan para aparat malah mengulang kembali kesalahan atau kekeliruan dimaksud.

Maka semata berdasarkan tujuan dan fingsi hukum itu sendiri yang harus berkepastian bermanfaat dan rasa adil didalam sanubari masyarakat, maka sebagai refleksi (evaluasi) karena mengingat bentuk pengaduan TPUA kepada Jokowi merupakan temuan publik dengan alat bukti hukum yang mendasarinya yakni putusan inkracht Mahkamah Agung hasil dari persidangan Teripidana BTM yang berawal di PN. Surakarta serta memperhatikan karakter Jokowi yang sepengetahuan publik (notoire feiten) adalah hobi berbohong (notorius) serta menimbang bahwa apa yang diadukan oleh TPUA adalah memiliki legal standing dalam bentuk pelaksanaan fungsi hukum “Peran Serta Masyarakat” yang dimintakan oleh semua UU. Positif atau sistim konstitusi di NRI yang harus berlaku (ius konstitutum) dan berkesesuaian atau tidak merupakan pelanggaran UU. KIP dan UU. PDP melainkan inline, justru menjadikan kedua UU tersebut sebagai asas legalitas oleh para pengadu di DUMAS Mabes Polri.

Maka hendaknya demi tujuan dan fungsi hukum, ideal menurut hukum agar Mabes Polri melanjutkan dan membatalkan semua isi pengumuman tentang identiknya foto copi Ijazah S-1 Jokowi sesuai aslinya, lalu mengulang kembali untuk dilakukan uji labfor terhadap Ijazah asli S 1 milik Jokowi yang dituduh publik adalah palsu, secara tranparan, mandiri dan tidak keberpihakan serta menolak segala bentuk intervensi sesuai KUHAP Jo. UU. Polri Jo. Perkappolri.

Dan mengingat dan menimbang perilaku jati diri Jokowi yang “:notoire feiten notorius’, maka hendaknya Mabes Polri andai benar telah menerima Ijazah Jokowi lalu mengembalikannya kembali, maka memperhatikan dengan segala pertimbangan hal yang ada dan mendasarinya, ideal agar Jendral Listyo Sigit sebagai Kapolri, pejabat tertinggi dengan segala pertanggungjawaban hukum yang ada di institusi Polri, segera memerintahkan Kepala Bareskrimum untuk memanggil Jokowi dan memintakan kembali Ijazah aslinya dengan dasar hak subjektifitas yang dimiliki oleh Penyidik sesuai KUHAP untuk keselamatan barang bukti ijazah a quo in casu.

Hal minta Ijazah asli dalam titipan atau dalam sita pihak Bareskrim penting sebagai antisipasi dan demi mencegah dari faktor kelaiaian dan atau faktor kesengajaan Jokowi atau pihak-pihak lain, sehingga Pihak Penyidik kehilangan barang bukti atau mencegah terjadinya kerusakan kepada Alat atau Barang Bukti Ijazah Asli, hingga tak dapat lagi digunakan sebagai benda dalam bentuk surat atau alat bukti petunjuk yang justru sekaligus sebagai barang bukti yang menjadi pokok atau objek perkara pidana (alat bukti delik), yang diadukan oleh TPUA melalui DUMAS pada 9 Desember 2024 atau yang ditengarai oleh publik adalah ijazah palsu S-1 Jokowi yang sengaja digunakan untuk menipu seluruh bangsa ini termasuk membohongi seluruh lembaga negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button