MUTASI KILAT TNI: GONCANGAN MORALE PRAJURIT AKIBAT CAWE-CAWE JOKOWI

Oleh : Edy Mulyadi, ( Wartawan Senior )
Jakarta, 5 Mei 2025
Pencopotan Letjen Kunto Arief Wibowo dari Pangkogabwilhan I ke Staf Khusus KSAD bukanlah rotasi biasa. TNI memang menyebutnya sebagai kebutuhan organisasi. Tapi bau anyir politik amat menyengat. Apalagi dia baru empat bulan menjabat. Terlebih lagi kejadiannya beriringan dengan pernyataan kritis ratusan jenderal dan kolonel di bawah komando Try Sutrisno. Forum Purnawirawan dan Prajurit TNI, antara lain, mendesak pemakzulan Wapres Gibran. Lebih-lebih lagi, penggantinya loyalis Jokowi.
Mutasi ini tampak sebagai serangan politik. Lebih tepatnya balas dendam Jokowi. Akibatnya, semangat prajurit terguncang. Kohesi TNI terancam. Cawe-cawe Jokowi memperlihatkan ambisi dinastinya yang membahayakan.
Mutasi kilat merusak stabilitas komando. Studi militer AS membuktikan rotasi cepat melemahkan kepercayaan prajurit pada pimpinan. Di Inggris, pergantian jabatan singkat menurunkan efektivitas operasi.
Kunto yang perwira senior, baru memanaskan kursi Pangkogabwilhan I. Ini posisi kunci untuk pertahanan wilayah barat. Pencopotannya yang mendadak menciptakan ketidakpastian. Jika TNI tak konsisten, morale prajurit bakal terguncang. Semangat juang prajurit pudar. Terutama saat menjaga Natuna atau Kalimantan.
“Goncangan morale” merujuk pada gangguan atau penurunan semangat, motivasi, dan kepercayaan di kalangan prajurit TNI. Istilah morale dalam konteks militer berarti kondisi psikologis dan emosional prajurit yang mencakup semangat juang, loyalitas terhadap institusi, dan kepercayaan pada kepemimpinan.
Presiden Panglima Tertinggi TNI
Pasal 10 UUD 1945 tegas menyatakan Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas TNI. Dia berwenang mengendalikan kebijakan pertahanan, pengerahan pasukan, dan pengangkatan Panglima TNI. Namun, cawe-cawe Jokowi dalam mutasi Kunto mencoreng wewenang ini.
Publik menciumnya sebagai balas dendam atas sikap Try Sutrisno. Di balik semuanya, ini soal ambisi dinasti Jokowi yang menempatkan Gibran di kekuasaan. Dia ingin mempertahankan pengaruh dari Solo. Campur tangan ini merusak netralitas TNI, menjadikannya alat politik.
Rakyat sudah muak dengan dosa Jokowi selama 10 tahun berkuasa. Korupsi sistemik, pelemahan demokrasi, manipulasi hukum, obral SDA, kriminalisasi ulama dan aktivis, dan lainnya. Kemarahan rakyat kian menggelegak melihat TNI diseret ke pusaran dinasti. Presiden Prabowo yang seharusnya berkuasa penuh, tampak lemah. Dia seperti gagal lepas dari bayang-bayang Solo.
TNI harus melawan! Transparansi alasan mutasi wajib ditegakkan. Rotasi jabatan perlu periode minimal agar pimpinan membangun kepercayaan tim. Prabowo harus memutus tali kendali Solo. Menjaga TNI dari intrik dinasti Jokowi.
Tanpa tindakan tegas, semangat prajurit tergerus. TNI jadi pion kekuasaan. Dan, kemarahan rakyat bisa meledak. Saatnya Prabowo tegakkan Pasal 10 UUD 1945. Tunjukkan TNI milik rakyat. Bukan dinasti, apalagi dinasti Jokowi!.