Opini

Nasib Dumas TPUA Jokowi di Mabes Polri Harus Ditindaklanjuti Dengan Aksi Turun Rame-Rame

Oleh : Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Bahwa pengaduan TPUA adalah pure masalah temuan hukum oleh publik bangsa ini terkait kejahatan tehadap jabatan penyelenggara tertinggi di republik ini sehingga dugaan ini termasuk delik super kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) sementara penanganannya oleh pihak penyidik Bareskrim Mabes Polri ‘secara keseluruhan’ praktiknya ternyata ngasal tidak profesional dan tidak objektif dan tidak transparansi serta justru keberpihakan, dan pola penaganannya cenderung bernuansa politik dan kekuasaan, dan saat ini nampaknya Jokowi eks presiden masih amat ‘punya pengaruh’ di banyak lembaga negara. Untuk itu penting bagi publik untuk tidak terlalu berharap kepastian hukum dalam perkara pidana a quo in casu Jo. Laporan Jokowi di Pidana terhadap para individu Roy cs yang dan TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) mendapatkan temuan dugaan kejahatan Jokowi yang bermula dari kejahatan pemalsuan dan atau menggunakan Ijazah S-1 dari Fakultas Kehutanan yang sempat dikatakannya sebagai ‘fakultas perkayuan’ Universitas Gajah Mada (UGM). Kecuali melakukan desakan melalui upaya hukum yang luar biasa pula.

Pola masyarakat dan TPUA harus berusaha agar pihak kepolisian bersikap mandiri, bebas dari intervensi kekuasaan, objektif, transparansi dan tidak keberpihakan selain murni bekerja oleh sebab hukum

Rakyat harus bersatu, karena temuan yang disampaikan Roy Cs adalah hasil temuan dari perkembangan scientific atau ilmu pengetahuan modern (Information and Technology), sehingga absurd untuk ditolak, jika mereka tidak diberi kesempatan untuk membuktikan analisisnya dan sepèngetahuan publik Roy, Rismon dan Tifa semata hanya berjuang demi sumbangsih ilmu pengetahuan yang mereka miliki dan demi menjunjung tinggi kejujuran dan nama baik almamater mereka serta demi kepastian hukum dan tegaknya keadilan. Dan bagi mereka tentunya memiliki resiko apabila hasil analisa dan informasi mereka tidak tepat, bisa terkena sanksi moral bahkan sanksi hukum. Serta karakteristik mereka sebagai ilmuwan, tidak sama dengan Jokowi yang sepengetahuan umum (notoire feiten notorius) hobi berbohong.

Opsi lain yang ideal untuk mendapatkan kepastian hukum bagi publik terkait tuduhan Jokowi ijasah palsu ini dengan mengingat karakter buruk Jokowi dan kekuatan Politiknya yang luar biasa

Tentu ada, selain dipastikan bahwa andai hanya Dr. Roy cs dan TPUA saja yang berjuang, namun masyarakat bangsa ini selebihnya bergeming (terpaku menonton dan selebihnya menjadi tim sorak), tentu perjuangan Roy dan TPUA bakal bermuara di lautan sia-sia kemudian hanya bersandar di selat demaga kegagalan. Maka opsi terakhir hanya one ticket, yakni mesti ada konsolidasi rakyat bangsa ini turun aksi menyemut TANPA DIBATASI JUMLAH semua mesti bergabung bersatu padu dengan menggunakan Hak setiap WNI implementasikan
‘wujud HAM sebagai bentuk tuntutan rakyat demi tegaknya hukum dan keadilan atau salus populi suprema lex esto.

Apakah aksi ‘tanpa batas jumlah’ ini konstitusional?

Terkait “jumlah tanpa batas” yang saya istilahkan sejak 6 tahun yang lalu (2019) sebagai “turun rame-rame” ini justru dilindungi oleh payung hukum yakni atas dasar UU.No. 39 Tahun 1999. Tentang HAM Jo. yakni UU. Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, dan didalam UU No. 9/ 1998 Ini “tidak ada pasal yang membatasi jumlah peserta aksi”, yang penting tidak anarkis dan harus tertib serta indahkan ketentuan sistim hukum yang berlaku.

Pola konsolidsi dan pelaksanan aksi?

Idealnya, dimulai oleh Para tokoh sentral yang berdomisili di wilayah Jabodetabek atau dimana pun berada diantaranya para ulama dan atau para pemuka agama, para tokoh bangsa, tokoh aktivis dan tokoh akademik, juga kaum profesonal dan praktisi segala disiplin ilmu, termasuk para tokoh Purnawirawan TNI ( Jend. Tri Sutrisno Cs) serta kesemuanya adalah LINTAS SARA berkumpul dan bersepakat lalu menghimbau, mengajak masyarakat (umat) yang peduli penegakan hukum agar bersama-sama turun aksi, untuk mendesak agar KAPOLRI memerintahkan Kepala Bareskrim terhadap hasil uji Labfor dan pemeriksaan saksi-saksi dan ahli terkait pengaduan (Dumas) oleh TPUA harus segera diulang kembali secara transparansi, mandiri, profesional, proporsional dan objektif, dan uji labfor terhadap barang bukti harus dipastikan adalah objek pengaduan yakni Ijazah asli Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM. Dan selain mesti melibatkan ahli forensik digital internal Barskrim, harus melibatkan Roy Suryo dan Rismon dan menyertakan para pakar IT (forensik digital) indevenden.

Karena tambahan alat bukti dari TPUA melalui Dumas Mabes Polri adalah kumpulan alat bukti dari hasil analisa Dr. Roy dan Dr. Rismon.

Hubungannya dengan Presiden Prabowo terkait problematika hukum status Ijazah Jokowi tentu ada, para tokoh yang turun aksi mendesak Kapolri, justru identik membantu tugas dan tanggung jawab presiden, demi menjaga keamanan dan ketertiban agar tetap kondusif, serta aksi adalah implementasi nyata hukum (bukan sekedar omon-omon) dalam perspektif hukum sebagai peran serta masyarakat dan bermanfaat sebagai refleksi atau momentum evaluasi seluruh rakyat bangsa ini, demi menghindari sejarah buruk hukum dari kepemimpinan bangsa ini kedepannya, sehingga bernilai besar sebagai bentuk introspeksi bangsa agar terhindar dari “karakter kepemimpinan yang buruk (bad leadership) model perilaku Jokowi yang acap kali berbohong”. Dan selebihnya mencegah pro kontra yang berkepanjangan diantara anak bangsa yang bisa menimbulkan kegaduhan besar (chaotic).

Dan prinsip NRI sebagai negara hukum, dalam makna bahwa hukum harus menjadi panglima (superior), sehingga hukum dalam praktik harus berada diatas politik dan segala bentuk kekuasaan, maka supremasi hukum di negara ini wajib ditegakan secara benar dan utuh (due process) dan ekualitas, tidak tebang pilih sesuai rule of law, sehingga tepat mencapai target tujuan dan fungsi hukum yang semata untuk kepastian (legalitas) manfaat (utilitas) serta yang paling utama rasa keadilan (justice).

Dan subtansial perjuangan ini bukanlah hanya perlawanam individual atau eksklusivitas, namun kolektif kolegial, yang hakekatnya menolak karakter pemimpin pembohong ditengah anak bangsa yang dikenal sebagai bangsa beradab dan berbudaya luhur sesuai falsafah Pancasila.

Penulis adalah:

●Anggota Dewan Penasihat DPP. KAI (Kongres Advokat Indonesia)

●●Pakar Ilmu Peran Serta Masyarakat Dalam Kebebasan Menyampaikan Pendapat.

●●●KABIDHUM & HAM KWRI (Komite Wartawan Reformasi Indonesia).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button