Dunia Islam

Refleksi & Kontemplasi Idul Adha : QURBAN YANG MASIH KITA TUNDA

Oleh : Edy Mulyadi, Wartawan Senior

Idul Qurban kembali datang. Takbir menggema, masjid dipenuhi jamaah. Tanah-tanah lapang dan halaman-halaman penuh hewan sembelihan. Kita merayakan spirit pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Lelaki yang dengan penuh keikhlasan hendak menyembelih putranya, demi menjalankan perintah Allah.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'” (QS As-Shaffat 37: 102)

Kita angkat kisah itu dalam khutbah. Kita tangisi dalam doa. Tapi, apakah kita benar-benar meneladaninya?

Maaf, rasanya belum! Karena ada qurban besar yang belum kita lakukan: menyembelih ego. Menyembelih rasa nyaman. Menyembelih sikap masa bodoh terhadap negeri yang sedang terluka. Sedang sekarat.

Sepuluh tahun terakhir, Indonesia diseret ke jurang oleh kepemimpinan yang rusak dari akarnya. Di era itu, rezim tidak sekadar lalai mengurus negeri. Penguasa bahkan aktif menciptakan neraka dunia bagi rakyatnya. Di Rempang, anak-anak diburu gas air mata demi investasi. Di PIK 2, tanah warga dirampas, sawah, tambak, irigasi, jalan-jalan desa, bahkan sungai ditimbun. Rumah diratakan. Di Morowali dan Konawe, rakyat jadi budak di tanah sendiri, demi hilirisasi tambang nikel yang dinikmati segelintir taipan. Hukum bisu. Aparat jadi alat kekerasan. Negara yang mestinya mengayomi justru menjadi mesin perampas hak rakyat.

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ

“Sesungguhnya manusia, apabila melihat kemungkaran dan mereka tidak mencegahnya, maka dikhawatirkan Allah akan menimpakan azabNya secara merata kepada mereka.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Namun apa yang kita lakukan? Kita beribadah, tapi lupa bersikap. Kita berqurban, tapi tak pernah benar-benar berani “berqurban”. Kita khusyuk mendengar kisah Ismail remaja yang bersedia disembelih, tapi kita biarkan anak-anak bangsa hari ini disembelih perlahan oleh sistem yang zalim. Tanpa pembelaan. Tanpa perlawanan.

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Idul Qurban mestinya bukan sekadar seremoni. Ia harusnya juga panggilan jiwa untuk kembali menata hidup. Adakah yang rela kita korbankan untuk memperbaiki negeri? Demi masa depan anak cucu kita? Maukah kita melepaskan rasa aman semu agar bisa berdiri melawan kebatilan?

Ibrahim bukan nabi yang sekadar patuh pada Tuhannya. Dia adalah simbol keberanian menundukkan rasa cinta pada dunia demi cintanya kepada Allah. Maka, apakah kita sanggup menyembelih kecintaan kita pada jabatan, kenyamanan, dan keraguan, demi menyelamatkan negeri ini dari kehancuran?

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS Al-An’am 6: 162)

Qurban bukan berhenti di pisau jagal. Ia baru sempurna ketika kita juga menyembelih kepengecutan. Karena kalau bukan kita yang qurban untuk negeri ini, maka jangan heran kalau negeri ini terus-menerus menjadikan kita kambing qurban.

Inilah qurban yang masih kita tunda. Keberanian untuk berkata “cukup!” pada kezaliman. Keikhlasan untuk kehilangan demi kebenaran. Juga kejujuran untuk mengakui bahwa diam kita selama ini telah ikut melanggengkan neraka buatan para penguasa. Sampai itu kita lakukan, Idul Qurban hanya akan jadi upacara tahunan. Bukan panggilan untuk perubahan.

Jakarta, 5 Juni 2025

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button