Tok The Tok Not Only Tok, Jenis Bahasa Langit Dari Dr. Roy Suryo

Oleh : Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Tok the tok not only tok untuk dapat memahaminya tentu butuh pakar translate S-3 etimologi dari langit. Setidaknya dari pakar bahasa bulan.
Dalam sebuah tulisan pakar telematika dan informatika Dr. Roy Suryo ada penutup artikelnya dengan kalimat menggunakan bahasa bule namun dioplos dengan bahasa Indonesia dan bahasa langit “Time will tell bukan tok the tok not only tok”.
Andai sekalipun sosok Yus Badudu saat hidupnya, terlebih hanya sekedar jago bahasa inggris atau sekedar lulusan D-1 model Gibran RR walau selama satu periode jabatannya membolak balik kamus Indonesia-English diyakini gak bakal mampu sempurna menerjemahkan bahasa oplosan 3 dimensi dari Roy Suryo.
Namun oleh sebab penulis pernah tinggal di bulan sekurang-kurangnya lebih dekat kepada posisi langit, penulis mencoba korelasi kan isi dokumentasi sejarah dengan segala fenomena kehidupan disertai gejala gejala dinamika peristiwa di bumi.
Bisa jadi artikulasi dari penulis keliru, namun tidak mengapa oleh sebab bahasa langit (ala Roy Suryo) yang merupakan kosakata yang serumpun dengan bahasa semut, tentunya hanya segelintir orang-orang terdahulu yang sanggup menerjemahkannya, karena maklum schooling langsung pakarnya yang diutus turun dari negeri langit.
Sehingga “Time will tell bukan tok the tok not only tok”, andai ada hasrat menerjemahkannya, harus membuka dokumen tak sehat dari segala peristiwa diskursus politik yang terbit dari sosok big problem atau makhluk level ter bocor (big liar) strata satu di bumi, lalu menghubungkannya dengan makna yang dimaksud oleh Roy Suryo tentu ideal jika langsung bertemu di atas tanah dan Roy Sang Tokoh Pelawan Jokowi kelas utama yang langsung melafalkan artikulasi “Time will tell bukan tok the tok not only tok” dihadapan penulis (audiensi), agar lebih mudah translator menerjemahkannya.
Namun dikarenakan para makhluk dibumi karena mengandung gen dengan karakter ‘penasaran’ dan mengingat serta menimbang penulis pun ada darah keturunan langit, namun terbuang lantaran ompung-ompung penulis yang kebetulan sama sama keturunan dari embah embah Roy Suryo yang turun ke bumi gara gara nafsu syahwat yang gak kuat melihat buah khulbi.
Sehingga tentunya penulis takut salah atau belum tentu benar apa makna terang bahasa langit yang Roy Suyo sendiri pun belum tentu paham atau sebaliknya amat paham namun takut salah, karena data empirik membuktikan, Roy ‘benar saja’ dikeroyok oleh hamba sahaya kelompok pecinta Big Leak (bocor gede lovers) atau yang now kontemporer populer disebut ‘Termul’ dengan rupa-rupa model imbas residu; ada kelompok urat malu putus, ada akun mandra guna (satu akun 20 setan kembar), ada dari kelompok PKI Hidup Jaya (Persatuan Komisaris Ijazah Jongos dya)
Sebagai prudential principle, maka sebelumnya penulis jujur, lebih dulu minta maaf agar publik memaafkan jika terminologi penulis keliru menerjemahkan bahasa langit yang dilemparkan Roy ke ranah publik;
“Time will tell bukan tok the tok not only tok”.
Artinya, “ada waktunya si The King Lip of Service rungkad entek entek an (bakal dihukum) bukan terus dibela, walau sering teriak ‘kerja ayo kerja’, tapi hasilnya mentok ambyar, dobol kan keuangan negara karena Si Raja Bohong, keahliannya hanya bicara (bohong) saja”.
Tentu saja oleh sebab ada pesan ‘maaf lebih dulu’ dihaturkan oleh penulis, jika coba-coba memahami 3 dimensi linguistik (pemahaman wacana) yang berasal dari langit ini dan diambil sekedar deskripsi berdasarkan ilustrasi arsip data psikolinguistik hak milik bobot otak dengan kualitas ‘hobby of lying keliru’, maka dan selebihnya publik pembaca tentunya tidak puas. Tentu saja tepat karena penulis bukan barang pemuas.
Baca Juga :