Opini

UANG FOTOKOPI INI ASLI, KATANYA! HEHEHE…

Oleh Edy Mulyadi ( Wartawan Senior )

Jakarta, 26 Mei 2025

Bayangkan ada orang datang ke warung.
Dia beli rokok, air mineral, dan mie instan. Pas bayar, dia sodorkan uang hasil fotokopian.

Pedagang protes, “Pak, ini uang fotokopi!”
Pembeli santai jawab, “Iya, tapi ini asli.
Pedagang bingung: Kok bisa?
Pembeli: Bisa. Soalnya identik sama yang asli.”
Pedagang tambah bingung, “Kok bisa?”
Pembeli serius, “Kalau nggak percaya, uji forensik aja di Labfor Bareskrim. Nanti juga dibilang identik. Terus, nanti mereka bilang, karena identik artinya: asli!”

Ngakak? Nggak usah! Karena kira-kira begitulah logika hukum di negeri ini.

Ketika publik menggugat keaslian ijazah Presiden, institusi negara dengan gagah menyatakan: Hasil pengujian Labfor menunjukkan dokumen identik dengan yang asli. Maka, ijazah itu SAH. Persis kayak uang fotokopi tadi. Lembaga yang dibiayai uang rakyat, tapi menghina akal sehat rakyat.

Pertanyaannya: Sejak kapan sesuatu yang “identik” otomatis dianggap “asli”? Sejak kapan fotokopi dianggap sah mewakili dokumen resmi, tanpa pernah diperlihatkan yang aslinya?

Logika konyol ini jelas melecehkan akal sehat. Karena dalam kehidupan sehari-hari, kita semua tahu: Fotokopi KTP ditolak waktu ngurus SIM. Fotokopi STNK ditolak saat kena razia. Fotokopi akta tanah ditolak buat urus jual-beli. Tapi fotokopi ijazah? Sah buat jadi presiden?

Lucunya lagi, ketika rakyat minta transparansi, malah dibungkam. Saat publik bertanya, justru dituduh menyebar hoaks. Pasal-pasal dengan ancaman hukuman mengerikan pun ditebar. Padahal yang dituduh korban hoaks pun tak pernah buka ijazah aslinya.

Kalau memang asli, kenapa tidak dibuka ke publik? Jika memang benar, kenapa takut ditunjukkan?

Ini bukan soal pribadi. Ini soal moral publik. Ini soal integritas pejabat tertinggi di negeri ini. Jangan main-main dengan akal sehat rakyat. Karena kalau semua bisa diganti dengan “fotokopi yang identik”, besok-besok semua warga bisa bikin “dokumen asli” di tukang fotokopi!

Negara ini butuh kejujuran, bukan manipulasi. Butuh kepastian hukum, bukan akal-akalan legal. Dan yang paling penting: butuh keberanian untuk berkata benar.

Jika universitas bergengsi seperti UGM ikut-ikutan bohong, bagaimana kita menegakkan marwah lembaga pendidikan? Kalau polisi sudah memperkuat pengibulan, lalu siapa lagi yang bisa rakyat percaya?

Kita tidak sedang bicara ijazah semata.
Kita sedang bicara tentang masa depan bangsa. Tentang apakah negeri ini masih pantas dan bisa dihuni orang jujur. Atau hanya jadi surga bagi para pembohong.

Terima kasih tukang fotokopi. Karena jasamu, siapa pun kini bisa punya ‘dokumen asli’.

Salam akal waras, dari rakyat kecil yang ogah dibodohi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button