Skakmat Ijazah Jokowi: Blunder Catur di Babak Akhir?

Oleh: Yulianto Widirahardjo, SE, M.Si.
Lupakan sejenak hiruk pikuk politik biasa. Polemik dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi telah menjelma menjadi sesuatu yang jauh lebih purba: sebuah papan catur raksasa. Di atasnya, para pemain tak kasat mata saling adu strategi, mengorbankan bidak, dan menjalankan taktik licik. Ini adalah permainan catur di terminal yang riuh; tanpa batas waktu, di mana setiap penonton bisa ikut berteriak dan mengubah arah angin.
Kini, permainan itu telah memasuki babak akhir yang paling krusial.
Babak Pembuka: Gambit Berisiko Tinggi
Semua dimulai dari riak kecil—beberapa kejanggalan yang dianggap sebagai celah. Perbedaan tanggal lahir, nama orang tua, hingga foto yang identik di jenjang pendidikan berbeda. Riak ini dengan cepat menjadi badai ketika sebuah “pembukaan gambit” yang berisiko tinggi dilancarkan: terbitnya buku “Jokowi Under Cover” karya Bambang Tri.
Itu adalah serangan kilat yang langsung mengancam jantung pertahanan Raja.
Namun, apa daya sebuah bidak melawan kekuasaan yang sedang di puncak? Tim Istana tak mau ambil risiko. Dalam sekejap, bidak bernama Bambang Tri itu dimatikan, disingkirkan dari papan permainan, diikuti oleh beberapa bidak lain yang bernasib serupa. Permainan tampak usai, bukan? Ternyata tidak.
Strategi Senyap: Menjaga Api dalam Sekam
Tim oposite, mereka yang bertekad membongkar misteri ijazah,memilih jalan sunyi. Mereka sadar, menyerang benteng yang kokoh adalah kesia-siaan. Maka, dimulailah sebuah silent operation: strategi membeli waktu, membiarkan isu ini tetap hidup sebagai api dalam sekam, beredar dari satu komunitas ke komunitas lain. Mereka sabar menanti, menunggu saat sang Raja tak lagi bermahkota, ketika ia hanya menjadi seorang lame duck yang rentan.
Serangan Tiga Perwira di Papan Catur
Dan momen itu pun tiba. Ketika sang Raja dianggap tak lagi punya banyak kekuatan, serangan balasan dilancarkan secara serentak dari tiga penjuru.
Dari sayap kanan, Roy Suryo, sang Gajah telematika, meluncur deras dengan analisis teknologinya.
Sedangkan dari sayap kiri, Rismon Sianipar, Gajah forensik digital, menghantam dengan klaim 1000% palsu berdasarkan analisis kertas dan huruf.
Lalu, seekor Kuda yang tak terduga, dr. Tifa, melompat lincah melewati barisan pertahanan dan langsung menggruduk jantung pertahanan itu sendiri: Universitas Gadjah Mada.
Papan catur pun bergetar. Bisakah pertahanan Tim Jokowi menahannya?
Blunder Fatal di Benteng Pertahanan
Tentu saja Tim Jokowi melawan. Bidak-bidak pengacara dikerahkan, benteng-benteng premanisme ditampilkan untuk memberi efek deteren atau penggentar. Namun, serangan itu tidak terkoordinasi. Dalam posisi terdesak, sang Raja Jawa terpaksa melakukan langkah lukir—sebuah manuver defensif klasik—dengan menempatkan “benteng parcok” di sisinya, memegang selembar kertas yang diumumkan sebagai ijazah asli.
Namun, langkah itu yang akan dicatat dalam sejarah blunder politik, koordinasi itu pecah. Juru bicara benteng itu sendiri justru menegaskan bahwa yang mereka terima dan tunjukkan ke publik hanyalah sebuah Copy. Bukan yang asli.
Sebuah pengakuan sederhana, namun dampaknya luar biasa. Itu adalah blunder fatal yang membuka pertahanan Raja, membuatnya rentan di tengah papan yang semakin ramai. Para penonton menahan napas, menunggu langkah selanjutnya Ke dua tim yang saling berhadapan.
Langkah blunder yang dilakukan tim Jokowi membuat tim oposite makin menekan. Mereka mulai menarget bidak bidak “sakit hati” di tim Jokowi. Gajah Rismon meluncur ke bidak Kasmujo. Manuver gajah yang cantik membuat penonton pendukung tim oposite makin semangat.
Seorang pendukung tim oposite yang pernah menjadi staff istana melakukan manuver di dunia maya. Berbekal informasi yang diyakini benar, tangannya langsung menunjuk Mentri/ster tim Jokowi yang selama permainan diam saja. “Itu Andi Widjajanto yang pernah melihat dan memegang ijazah Jokowi”, ujar beathor
Komentar Beathor yg digaungkan diruang publik menjadi viral. Tidak menyia nyiakan, kesempatan tim oposite segera menyambar lalu dinyatakan sebagai novum.
Para penonton menahan nafas, menunggu langkah selanjutnya. Apalagi beathor kemudian menunjuk tiga bidak tim solo yang kemudian diduga sebagai pemesan ijazah palsu di pasar Pramuka.
Bila Mentri dan tiga bidak solo tersebut mau bicara, maka dapat terjadi skakmat oleh tim oposite.
Tentunya tim Jokowi tidak akan diam pasrah. Mereka masih dapat melakukan perlawanan. Mereka masih mempunyai relasi kekuasaan dan pendukung buzer yang selama permainan ini masih jadi penonton. Pemain di luar papan inilah yang dapat membalikkan seluruh permainan saat semua mata hanya tertuju pada permainan issue ijazah palsu.
Jakarta, 16 Juni 2025.
Penulis adalah pengamat perilaku kekuasaan.